Khilafah Kunci Kemuliaan Perempuan
Sistem pemerintahan yang diberlakukan sekarang –yakni Kapitalis Sekuler– telah nyata gagal memberikan kesejahteraan. Seorang
perempuan yang sejatinya adalah seorang istri dan ibu bagi
anak-anaknya, dalam sistem kapitalis telah berubah menjadi mesin ekonomi. Dalam
sistem kapitalis, perempuan bekerja bukan karena mengakomodir jargon
kesetaraan gender, namun alasan utama pemanfaatan jasa mereka lebih pada
hitung-hitungan ekonomi. Pudjiwati Sayogjo (1989), pakar Sosiologi Pedesaan IPB, menyatakan bahwa memperkerjakan perempuan lebih menguntungkan. Selain
teliti, tekun dan sifat-sifat lain yang umumnya menjadi ciri khasnya,
tenaga kerja perempuan dipandang lebih penurut dan murah sehingga secara
ekonomis lebih menguntungkan bagi pengusaha.
Fenomena TKI makin menunjukkan nasib tragis kaum perempuan di Indonesia.Kasus-kasus pilu TKI bertahun-tahun terus disuguhkan kepada publik. Namun hal itu belum cukup menggerakkan kemauan penguasa untuk total menghentikan ekspor TKI. Walaupun banyak pihak berteriak agar pengiriman TKI ditutup, pemerintah hanya melakukan moratorium sementara. Lagi-lagi motif ekonomi lebih melatarbelakangi kenekadan pemerintah itu. Kontribusi buruh migran cukup besar dalam memberikan sumbangan devisa negara. Data Depnakertrans tahun 2006, menunjukkan dari 680.000 TKI di luar negeri, sebanyak 541.708 (79,6%) di antaranya adalah TKW. Menurut
data BNP2TKI, selama Januari-Juni 2012 saja jumlah remitansi atau
kiriman uang TKI sebanyak US$ 3,390 miliar atau setara Rp 32,428 triliun
– dengan nilai tukar Rp 9.500 per dolar AS.
Derita Ibu Tanpa Khilafah
Perempuan yang
seharusnya menjadi pembuat ketenangan dan ketentraman keluarga, penjaga
anak-anak dan pengurus rumahtangga, akhirnya dibebani tanggungjawab
‘menyelamatkan’ kondisi ekonomi keluarga. Sifat
kasih sayang yang telah Allah lekatkan kepada para ibu terkikis seiring
interaksi yang terus berkurang akibat mereka meninggalkan rumah. Bahkan tak jarang dalam hitungan tahun mereka tidak bertemu dengan anak-anaknya karena menjadi TKW.
Saat bekerja, para perempuan, kaum ibu ini rentan penganiayaan. Berbagai kezaliman mereka rasakan, gaji tidak dibayar, dilecehkan, disiksa, diperkosa, bahkan dibunuh. Fungsi ibu sebagai ‘madrasah pertama’ bagi putera-puteri mereka tidak berjalan. Pendidikan Aqidah, Syari’ah, Akhlak dan pembentukan kepribadian anak yang wajib dilakukan oleh ibu tidak terjadi. Pengontrolan intensif setiap hari terhadap perkembangan naluri dan jiwa anak terabaikan.
Kenikmatan seorang ibu saat menjalani fungsi merawat, mendidik, menjaga dan melindungi serta pendidikan anak tidak didapat. Kebanggaan mereka menjadi ibu sejati tidak bisa dirasakan. Yang ada hanyalah kesedihan karena tidak bisa melakukan berbagai fungsinya. Ibu tidak bisa merasakan ungkapan rasa terima kasih dari anak-anak mereka. Terkadang justru yang diterima adalah berbagai tuntutan dan kecaman dari anak yang kurang mendapatkan kasih sayang.Sungguh menyedihkan.
Dampak lanjutannya adalah fungsi kepemimpinan (qowwam) suami pun pada akhirnya terus terkikis, makin lama akan hilang. Ketaatan istri kepada suami tidak lagi dijadikan sebagai bentuk kewajiban dan hormat seorang istri kepada suaminya. Bahkan
suami akhirnya tidak lagi merasa berkewajiban memberi nafkah kepada
istrinya, karena sang istri dianggap sudah sanggup menghidupi dirinya.
Akibatnya ikatan persahabatan suami-istri berubah menjadi ikatan yang sifatnya formalitas belaka. Struktur
keluarga pun mulai goyah. Peran yang seharusnya dimainkan oleh anggota
keluarga tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, ayah sebagai kepala
keluarga yang berkewajiban memenuhi nafkah keluarga tidak lagi berjalan. Di
lain pihak, istri yang seharusnya ia berperan sebagai sahabat suami dan
berkhidmat kepada suaminya semata karena Allah, tidak lagi ada. Kondisi yang tidak harmonis ini tak jarang berakhir pada perceraian. Istri tiba-tiba menjadi kepala keluarga, dan seolah menjadi ‘wali’ bagi anak-anak mereka. Posisi yang ditetapkan Islam berada di pundak laki-laki dipaksa beralih ke pundak perempuan. Ini adalah kondisi abnormal yang menyalahi fitrah perempuan itu sendiri. Kondisi ini terjadi karena Islam tidak diterapkan dalam kehidupan.
Khilafah Memuliakan dan Menyejahterakan
Dari semua fakta itu sangat jelas bahwa ide kapitalis-liberal telah gagal menyelesaikan persoalan perempuan. Sebalinya justru telah sukses menjerumuskan perempuan ke dalam jurang kejahiliyahan dan kegelapan.Betapa tidak, kondisi kaum perempuan saat ini tidak banyak berbeda dengan nasib perempuan sebelum Islam datang. Apakah kita masih ingin tetap berada dalam kegelapan dengan terus berharap pada sistem yang rusak ini? Allah SWT telah memperingatkan kita:
]وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا… [
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit …(TQS. Thaha [20]:124)
Imam Ibn Katsir
menjelaskan maknanya: ”Siapa yang menyalahi ketentuan-Ku, dan apa yang
Aku turunkan kepada rasul-Ku, berpaling darinya dan berpura-pura
melupakannya serta mengambil dari yang lain sebagai pentunjuknya, maka
baginya kehidupan yang sempit yakni di dunia.” (Imam Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’ân al-’Azhîm).
Karena itu sudah saatnya kita bergerak membangunkan umat dari keterlenaan.Kegelapan
ini tidak akan pernah beranjak dari umat secara keseluruhan, selama
umat Islam terus meninggalkan aturan-aturan dari Allah dan Rasul-Nya. Umat
akan merasakan kemuliaan dan meraih kemenangan seperti generasi kaum
muslim sebelumnya hanya jika umat Islam menerapkan aturan Allah dan
Rasul-Nya yaitu hukum-hukum Islam secara kaffah dalam naungan Daulah
Khilafah.
Allah SWT menegaskan bahwa tidak ada hukum yang lebih baik dari hukum-hukum Islam. Allah SWT berfirman:
]أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ [
Apakah
hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih
baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (TQS al-Maidah [5]:50)
Maka, solusi
mendasar dari semua persoalan yang kita hadapi sekarang –yang
menyebabkan keterpurukan– ini hanyalah dengan mencampakkan sistem yang
rusak dan kembali kepada sistem yang mampu memberi jaminan penyelesaian
secara tuntas dan adil, yakni sistem yang berasal dari Zat Yang Maha
Sempurna dan Maha Adil, tidak lain adalah sistem Islam. Sistem Islam telah terbukti selama berabad-abad membawa umat ini pada kemuliaan dan martabatnya yang hakiki sebagai khayru ummah. Sistem Islam juga terbukti mampu menjadi motor peradaban dan membawa rahmat bagi seluruh manusia.
Islam memiliki aturan yang komperehensif yang menjamin keadilan bagi siapapun termasuk perempuan. Hanya
sistem Islam yang memberi solusi atas setiap persoalan kehidupan yang
berangkat dari pandangan yang universal mengenai perempuan. Yakni
pandangan yang melihat perempuan sebagai bagian dari masyarakat
manusia, yang hidup berdampingan secara harmonis dan damai dengan
laki-laki dalam kancah kehidupan ini.
Islam telah menetapkan hukum-hukum syara’ dengan sangat rinci dan detil.Dengan hukum-hukum syara’ inilah, semua persoalan perempuan akan diselesaikan secara tuntas dan adil. Kemuliaan
perempuan juga akan terjaga. Hal ini sejalan dengan pandangan Islam
yang menetapkan peran dan posisi yang strategi dan mulia bagi perempuan,
yakni sebagai pendidik dan penjaga generasi. Dan
Islam menetapkan fungsi negara untuk menjamin agar peran dan posisi
strategis dan mulia perempuan melalui penerapan hukum-hukum syara’
secara utuh dan konsisten. Hukum
Islam yang total ini tidak akan berfungsi dengan sempurna kecuali hanya
dalam wadah institusi Daulah Khilafah Rasyidah ’ala minhaj an-nubuwwah.
Khilafah Islam,
tidak saja mempersiapkan kaum perempuan kompeten menjadi Ibu dan
pengelola rumah tangga, namun juga mempersiapkan kaum perempuan agar
mampu menjalankan berbagai fungsi publik yang disyariatkan baginya.Misal
sebagai anggota parpol, anggota majelis umat, dokter, guru, perawat,
bidan, serta berbagai keahlian lain yang selaras dengan fitrah perempuan
dan penting bagi eksistensi kepemimpinan peradaban Islam.
Dalam sistem
Khilafah, umat hidup dalam ketenangan dan rasa aman, karena Khalifah
akan memberikan perlindungan dan pertolongan kapan saja. Tidak
dijumpai pada masa Khilafah berbagai tindak kekerasan dan pelecehan,
apalagi kepada perempuan, seperti yang terus terlihat saat ini.
Wahai Kaum Muslimin
Sudah saatnya
umat negeri ini sadar, termasuk para pemimpinnya, bahwa sistem
pemerintahan yang diterapkan saat ini telah gagal menyejahterakan,
bahkan membuat perempuan terhinakan. Jalan terbaik satu-satunya adalah kembali ke jalan Islam. Jalan
yang menjanjikan kemuliaan manusia sebagai individu maupun umat,
melalui penerapan aturan Islam secara kaffah dalam wadah Khilafah
Islamiyah. Aturan-aturan
Islam inilah yang akan menyelesaikan berbagai persoalan manusia secara
adil dan menyeluruh, termasuk masalah kemiskinan berikut dampak
turunannya. Dalam
sistem ini, para penguasa dan rakyat akan saling menjaga dan
mengukuhkan dalam melaksanakan ketaatan demi meraih keridhaan Allah. Maka
sudah saatnya kapitalisme segera kita campakkan dan Syari’ah Islam kita
terapkan dalam bingkai Khilafah Rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah.
]يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ [
Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul
apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada
kamu (TQS al-Anfal [8]: 24)
Wallâh a’lam bi ash-shawâb.[]
Relasi pragmatis mendominasi aktivitas politik di Indonesia. Siapa yang bermodal kuat akan berkesempatan. ”Siapa yang ingin maju pasti ditanya wani piro (berani berapa)?” ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo (Kompas, 17/12).
- Bukankah memang seperti itu sifat sistem politik demokrasi di manapun?
- Sistem demokrasi adalah sistem politik berbiaya tinggi melahirkan persekongkolan politisi-penguasa-kapitalis, kepentingan rakyat hanyalah obyek dagangan.
- Ingin sistem politik yang bersih dari persekongkolan politisi-pemodal-penguasa? Campakkan sistem politik demokrasi dan terapkan sistem politik Islam. [www.globalmuslim.web.id]