Menjawab kesesatan
Allah telah menyatakan kesempurnaan Islam dalam firman-Nya, artinya, “Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. al-Ma’idah: 3)
Namun keyakinan tentang kesempurnaan Islam tidak bisa dirasakan oleh mereka yang selalu dengki dengan kesempurnaan Islam. Jika hal ini dilakukan oleh agama selain Islam, maka itu sudah maklum. Tetapi jika yang meyakini Islam tidak sempurna, banyak cacat, Kitab suci umat Islam telah diubah, dan keyakinan-keyakinan menyimpang lainnya didengungkan oleh yang mengaku Islam, maka niscaya miris dan teriris hati ini. Dan inilah yang telah menjadi ketetapan Allah (sunnatullah) bahwa setiap kebenaran pasti akan ada yang menyelisihinya. Hal ini sebagaimana firman-Nya, artinya, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (QS. al-An’am: 112)
Berikut akan kami paparkan di antara penyimpangan-penyimpangan yang muncul di dalam perkara akidah dan telah diyakini oleh sebagian kelompok manusia sehingga membuat mereka tersesat jauh dari ajaran agama Islam yang sebenarnya.
1. Al-Qur’an telah diubah.
Ini adalah salah satu pokok ajaran mereka, bahwa al-Qur’an yang dibaca oleh kaum muslimin di segenap penjuru dunia telah diubah, bahkan sudah diganti, diberi tambahan, dan dikurangi sehingga tidak layak berpegang dengan al-Qur’an tersebut. Dugaan mereka pula bahwa al-Qur’anul Karim sesungguhnya naik ke langit ketika para sahabat murtad.
Bandingkan dugaan mereka dengan firman Allah, artinya, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. al-Hijr: 9)
Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian al-Quran selama-lamanya. Ibnu Katsir berkata, “Allah telah menetapkan bahwasaanya Dia yang telah menurunkan adz-Dzikra, yaitu al-Qur’an, dan Dialah yang akan menjaga al-Qur’an tersebut dari perubahan dan penggantian.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/527)
Allah juga berfirman, artinya, “Yang tidak datang kepadanya (al-Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (QS. Fushilat: 42)
2. Para Sahabat Nabi telah murtad
Ini merupakan keyakinan bathil mereka. Banyak riwayat dari para ulama mereka yang menyatakan bahwa ketika Nabi telah wafat semua kaum muslimin pada saat itu murtad, kecuali hanya sedikit saja yang tidak murtad. Ini menunjukkan bentuk kebencian yang sangat besar kepada para Sahabat Nabi.
Kebencian mereka bertambah besar kepada Sahabat terbaik setelah Rasulullah yaitu, Abu Bakar, Umar dan Utsman bin Affan. Mereka mengatakan bahwa barangsiapa berlepas diri dan menolak tiga khalifah tersebut dalam setiap malam, saat dia mati di malam tersebut maka dia masuk Surga. Perkataan lainnya, “Sesungguhnya Abu Bakar dan Umar keduanya telah kafir dan orang yang mencintai keduanya maka dia juga kafir.”
Padahal Allah berfirman, artinya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. at-Taubah: 100), Baca pula surat al-Fath: 29.
Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian mencerca sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, kalau kalian berinfak emas sebesar gunung Uhud niscaya tidak cukup untuk menandingi satu mud (telapak tangan) ‘infak para sahabat, bahkan tidak menyamai setengah mud’ infak para sahabat.” (HR. Bukhari, no. 3673)
3. Istri Rasulullah adalah pezina
Tak cukup dengan menuduh para sahabat Nabi telah murtad, mereka menambah lagi tuduhan keji lainnya terhadap istri Rasulullah yang disayanginya, Aisyah dengan tuduhan telah berzina. Tuduhan ini terus menerus mereka ucapkan dalam khutbah-khutbah mereka. Wal’iyadzu billah.
Padahal sesungguhnya tuduhan keji ini telah dibantah langsung oleh Allah, artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.” (QS. an-Nur: 11).
Tuduhan ini salah satunya terkait dengan kisah ifk (dusta) di mana Aisyah tertinggal rombongan kaum muslimin yang pulang ke Madinah setelah Perang Bani Musthaliq. Seorang di antara anggota pasukan kaum muslimin, Shafwan bin Mu’atthal menemukan istri Nabi yang tertinggal. “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, istri Nabi!” seru Shafwan seketika itu. Ia pun mempersilakan Aisyah menaiki untanya dan lalu Shafwan menuntun untanya tersebut pulang ke Madinah tanpa berkata-kata sedikitpun.
Orang-orang munafik pun menyebarkan desas-desus yang tidak-tidak sehingga di antara para sahabat pun ada yang termakan oleh desas-desus itu. Hingga akhirnya Allah turunkan ayat di atas dan sembilan ayat lainnya dari surat an-Nur untuk membebaskan keduanya dari tuduhan dusta tersebut. Lalu Rasulullah memerintahkan untuk mencambuk orang-orang yang ikut serta dalam membicarakan dan menyebarkan berita dusta itu.
Lihatlah Allah telah membersihkan Aisyah dari tuduhan dusta dan Rasulullah juga telah menghukum mereka yang terlibat dalam kedustaan ini, maka alangkah mengherankan bila sampai saat ini masih ada orang yang senantiasa menuduh Aisyah dengan tuduhan keji tersebut, yakni telah berbuat yang tidak-tidak? Bukankah ini pertanda bahwa mereka tidak membenarkan Allah dan Rasul-Nya? Juga bentuk pengkhianatan atas ketetapan Allah dan Rasul-Nya?
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, bahwasannya Rasulullah menyebutkan Fathimah. Aisyah berkata, “Maka, akupun protes kepada beliau”. Beliau kemudian bersabda,
Namun keyakinan tentang kesempurnaan Islam tidak bisa dirasakan oleh mereka yang selalu dengki dengan kesempurnaan Islam. Jika hal ini dilakukan oleh agama selain Islam, maka itu sudah maklum. Tetapi jika yang meyakini Islam tidak sempurna, banyak cacat, Kitab suci umat Islam telah diubah, dan keyakinan-keyakinan menyimpang lainnya didengungkan oleh yang mengaku Islam, maka niscaya miris dan teriris hati ini. Dan inilah yang telah menjadi ketetapan Allah (sunnatullah) bahwa setiap kebenaran pasti akan ada yang menyelisihinya. Hal ini sebagaimana firman-Nya, artinya, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (QS. al-An’am: 112)
Berikut akan kami paparkan di antara penyimpangan-penyimpangan yang muncul di dalam perkara akidah dan telah diyakini oleh sebagian kelompok manusia sehingga membuat mereka tersesat jauh dari ajaran agama Islam yang sebenarnya.
1. Al-Qur’an telah diubah.
Ini adalah salah satu pokok ajaran mereka, bahwa al-Qur’an yang dibaca oleh kaum muslimin di segenap penjuru dunia telah diubah, bahkan sudah diganti, diberi tambahan, dan dikurangi sehingga tidak layak berpegang dengan al-Qur’an tersebut. Dugaan mereka pula bahwa al-Qur’anul Karim sesungguhnya naik ke langit ketika para sahabat murtad.
Bandingkan dugaan mereka dengan firman Allah, artinya, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. al-Hijr: 9)
Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian al-Quran selama-lamanya. Ibnu Katsir berkata, “Allah telah menetapkan bahwasaanya Dia yang telah menurunkan adz-Dzikra, yaitu al-Qur’an, dan Dialah yang akan menjaga al-Qur’an tersebut dari perubahan dan penggantian.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/527)
Allah juga berfirman, artinya, “Yang tidak datang kepadanya (al-Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (QS. Fushilat: 42)
2. Para Sahabat Nabi telah murtad
Ini merupakan keyakinan bathil mereka. Banyak riwayat dari para ulama mereka yang menyatakan bahwa ketika Nabi telah wafat semua kaum muslimin pada saat itu murtad, kecuali hanya sedikit saja yang tidak murtad. Ini menunjukkan bentuk kebencian yang sangat besar kepada para Sahabat Nabi.
Kebencian mereka bertambah besar kepada Sahabat terbaik setelah Rasulullah yaitu, Abu Bakar, Umar dan Utsman bin Affan. Mereka mengatakan bahwa barangsiapa berlepas diri dan menolak tiga khalifah tersebut dalam setiap malam, saat dia mati di malam tersebut maka dia masuk Surga. Perkataan lainnya, “Sesungguhnya Abu Bakar dan Umar keduanya telah kafir dan orang yang mencintai keduanya maka dia juga kafir.”
Padahal Allah berfirman, artinya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. at-Taubah: 100), Baca pula surat al-Fath: 29.
Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian mencerca sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, kalau kalian berinfak emas sebesar gunung Uhud niscaya tidak cukup untuk menandingi satu mud (telapak tangan) ‘infak para sahabat, bahkan tidak menyamai setengah mud’ infak para sahabat.” (HR. Bukhari, no. 3673)
3. Istri Rasulullah adalah pezina
Tak cukup dengan menuduh para sahabat Nabi telah murtad, mereka menambah lagi tuduhan keji lainnya terhadap istri Rasulullah yang disayanginya, Aisyah dengan tuduhan telah berzina. Tuduhan ini terus menerus mereka ucapkan dalam khutbah-khutbah mereka. Wal’iyadzu billah.
Padahal sesungguhnya tuduhan keji ini telah dibantah langsung oleh Allah, artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.” (QS. an-Nur: 11).
Tuduhan ini salah satunya terkait dengan kisah ifk (dusta) di mana Aisyah tertinggal rombongan kaum muslimin yang pulang ke Madinah setelah Perang Bani Musthaliq. Seorang di antara anggota pasukan kaum muslimin, Shafwan bin Mu’atthal menemukan istri Nabi yang tertinggal. “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, istri Nabi!” seru Shafwan seketika itu. Ia pun mempersilakan Aisyah menaiki untanya dan lalu Shafwan menuntun untanya tersebut pulang ke Madinah tanpa berkata-kata sedikitpun.
Orang-orang munafik pun menyebarkan desas-desus yang tidak-tidak sehingga di antara para sahabat pun ada yang termakan oleh desas-desus itu. Hingga akhirnya Allah turunkan ayat di atas dan sembilan ayat lainnya dari surat an-Nur untuk membebaskan keduanya dari tuduhan dusta tersebut. Lalu Rasulullah memerintahkan untuk mencambuk orang-orang yang ikut serta dalam membicarakan dan menyebarkan berita dusta itu.
Lihatlah Allah telah membersihkan Aisyah dari tuduhan dusta dan Rasulullah juga telah menghukum mereka yang terlibat dalam kedustaan ini, maka alangkah mengherankan bila sampai saat ini masih ada orang yang senantiasa menuduh Aisyah dengan tuduhan keji tersebut, yakni telah berbuat yang tidak-tidak? Bukankah ini pertanda bahwa mereka tidak membenarkan Allah dan Rasul-Nya? Juga bentuk pengkhianatan atas ketetapan Allah dan Rasul-Nya?
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, bahwasannya Rasulullah menyebutkan Fathimah. Aisyah berkata, “Maka, akupun protes kepada beliau”. Beliau kemudian bersabda,
أَمَا تَرْضَيْنَ أَنْ تَكُونِي زَوْجَتِي فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ؟ قُلْتُ: بَلَى وَاللَّهِ ، قَالَ: فَأَنْتِ زَوْجَتِي فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
“Apakah engkau tidak ridha menjadi istriku di dunia dan di akhirat?” Aku berkata, ‘Tentu, demi Allah.’ Beliau bersabda, “Engkau adalah istriku di dunia dan di akhirat.” (HR. Ibnu Hibban, no. 7095).
4. Meyakini imam mereka ma’shum
Mereka meyakini bahwa imam terbebas dari dosa, mengetahui yang ghaib, mereka mengetahui yang telah terjadi dan akan terjadi, tidak ada yang tersembunyi dari mereka bahkan imam mengetahui semua bahasa di dunia.
Padahal Allah telah berfirman, artinya, “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (QS. al-An’am: 59)
5. Taqiyah
Mereka juga mensyariatkan dan mengharuskan taqiyah sebagai bentuk ibadah, yakni berkata dusta dan berkilah terhadap orang-orang tertentu. Keyakinan ini membuat mereka menjadi bermudah-mudah untuk berdusta dalam banyak perkara mulai dari perkara yang sepele hingga perkara yang besar. Biasanya taqiyah ini mereka lakukan ketika bermuamalah (berinteraksi) bersama kaum muslimin ahlussunnah dengan pura-pura beribadah dan melaksanakan syariat sebagaimana kaum muslimin pada umumnya. Kepura-puraan dan dusta ini mereka yakini sebagai bentuk ibadah yang mendapatkan pahala. Semakin banyak mereka melakukan taqiyah maka semakin banyak pula pahala yang mereka dapatkan. Mereka berkata, “Barangsiapa yang meninggalkan taqiyah, maka hal ini laksana meninggalkan shalat dan meninggalkannya termasuk dosa besar.” Bahkan mereka mengatakan, “Barangsiapa yang meninggalkan taqiyyah, maka dia kafir dari agama Allah.”
Dan Nabi telah bersabda terkait dengan kejujuran, “Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada Surga. Seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, hingga dia dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim no. 6805)
6. Boleh berzina
Merupakan ajaran kelompok ini adalah bolehnya berzina dengan bungkus kawin kontrak (nikah mut’ah). Mut’ah adalah kesepakatan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram untuk bermut’ah (bersetubuh) dalam waktu tertentu dengan ketentuan-ketentuan dan pembayaran tertentu, maka seorang laki-laki bisa bersetubuh serta si wanita harus taat dalam tempat tidur. Tidak diharuskan keduanya ada saksi atau hakim atau wakil atau pengumuman. Dan tidak harus ada orang ketiga yang mengetahui. Serta dimungkinkan pelaksanaan itu terjadi dengan sempurna meskipun dalam kondisi tersembunyi dan tidak ada untuk laki-laki tersebut keharusan untuk memberi nafkah atau pakaian serta tempat tinggal ataupun yang lainnya dari berbagai bentuk pertanggungan jawab namun membayar dengan bayaran tertentu pada wanita tersebut. Setelah selesai dalam jangka waktu sesuai kesepakatan, maka selesailah mut’ahnya.
Kelompok ini lewat imam-imam mereka mengatakan, barangsiapa kawin kontrak dan bersenang-senang dengan wanita mukminah, maka ia seperti mengunjungi ka’bah 70 kali.
Apakah demikian yang diajarkan Islam? Rasulullah bersabda,
4. Meyakini imam mereka ma’shum
Mereka meyakini bahwa imam terbebas dari dosa, mengetahui yang ghaib, mereka mengetahui yang telah terjadi dan akan terjadi, tidak ada yang tersembunyi dari mereka bahkan imam mengetahui semua bahasa di dunia.
Padahal Allah telah berfirman, artinya, “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” (QS. al-An’am: 59)
5. Taqiyah
Mereka juga mensyariatkan dan mengharuskan taqiyah sebagai bentuk ibadah, yakni berkata dusta dan berkilah terhadap orang-orang tertentu. Keyakinan ini membuat mereka menjadi bermudah-mudah untuk berdusta dalam banyak perkara mulai dari perkara yang sepele hingga perkara yang besar. Biasanya taqiyah ini mereka lakukan ketika bermuamalah (berinteraksi) bersama kaum muslimin ahlussunnah dengan pura-pura beribadah dan melaksanakan syariat sebagaimana kaum muslimin pada umumnya. Kepura-puraan dan dusta ini mereka yakini sebagai bentuk ibadah yang mendapatkan pahala. Semakin banyak mereka melakukan taqiyah maka semakin banyak pula pahala yang mereka dapatkan. Mereka berkata, “Barangsiapa yang meninggalkan taqiyah, maka hal ini laksana meninggalkan shalat dan meninggalkannya termasuk dosa besar.” Bahkan mereka mengatakan, “Barangsiapa yang meninggalkan taqiyyah, maka dia kafir dari agama Allah.”
Dan Nabi telah bersabda terkait dengan kejujuran, “Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada Surga. Seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, hingga dia dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim no. 6805)
6. Boleh berzina
Merupakan ajaran kelompok ini adalah bolehnya berzina dengan bungkus kawin kontrak (nikah mut’ah). Mut’ah adalah kesepakatan antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram untuk bermut’ah (bersetubuh) dalam waktu tertentu dengan ketentuan-ketentuan dan pembayaran tertentu, maka seorang laki-laki bisa bersetubuh serta si wanita harus taat dalam tempat tidur. Tidak diharuskan keduanya ada saksi atau hakim atau wakil atau pengumuman. Dan tidak harus ada orang ketiga yang mengetahui. Serta dimungkinkan pelaksanaan itu terjadi dengan sempurna meskipun dalam kondisi tersembunyi dan tidak ada untuk laki-laki tersebut keharusan untuk memberi nafkah atau pakaian serta tempat tinggal ataupun yang lainnya dari berbagai bentuk pertanggungan jawab namun membayar dengan bayaran tertentu pada wanita tersebut. Setelah selesai dalam jangka waktu sesuai kesepakatan, maka selesailah mut’ahnya.
Kelompok ini lewat imam-imam mereka mengatakan, barangsiapa kawin kontrak dan bersenang-senang dengan wanita mukminah, maka ia seperti mengunjungi ka’bah 70 kali.
Apakah demikian yang diajarkan Islam? Rasulullah bersabda,
لا نِكَاحَ إِلا بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ
“Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua orang saksi.” (HR. Ibnu Hibban)
Maka pernikahan atau kawin kontrak yang mereka lakukan hakikatnya adalah zina. Wal ‘iyadzu billah.
Demikianlah beberapa bentuk ajaran mereka dan Islam berlepas diri dari itu semua, tulisan ini muncul dengan harapan bisa membentengi diri dan keluarga muslim jika melihat dan menyaksikan serta mendengar ajaran-ajaran di atas segera bisa menjauh sejauh-jauhnya. Dan sebenarnya masih banyak sekali ajaran-ajaran sesat dari kelompok ini, namun karena keterbatasan tempat kami cukupkan sampai disini. Wallahu a’lam bishshawab.
Maka pernikahan atau kawin kontrak yang mereka lakukan hakikatnya adalah zina. Wal ‘iyadzu billah.
Demikianlah beberapa bentuk ajaran mereka dan Islam berlepas diri dari itu semua, tulisan ini muncul dengan harapan bisa membentengi diri dan keluarga muslim jika melihat dan menyaksikan serta mendengar ajaran-ajaran di atas segera bisa menjauh sejauh-jauhnya. Dan sebenarnya masih banyak sekali ajaran-ajaran sesat dari kelompok ini, namun karena keterbatasan tempat kami cukupkan sampai disini. Wallahu a’lam bishshawab.