Sejarah dan Sistem Kalender Islam (Hijriyah)
Kalender
Hijriyah atau Kalender Islam (at-taqwim al-hijri), adalah kalender yang
digunakan oleh umat Islam, termasuk dalam menentukan tanggal atau bulan yang
berkaitan dengan ibadah, atau hari-hari penting lainnya. Kalender ini dinamakan
Kalender Hijriyah, karena pada tahun pertama kalender ini adalah tahun dimana
terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah, yakni pada
tahun 622 M. Di beberapa negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender
Hijriyah juga digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender Islam
menggunakan peredaran bulan sebagai acuannya, berbeda dengan kalender biasa
(kalender Masehi) yang menggunakan peredaran Matahari.
Pada tahun 682 Masehi, 'Umar bin Al Khattab yang saat
itu menjadi khalifah melihat sebuah masalah. Negeri islam yang semakin besar
wilayah kekuasaannya menimbulkan berbagai persoalan administrasi. Surat
menyurat antar gubernur atau penguasa daerah dengan pusat ternyata belum rapi
karena tidak adanya acuan penanggalan. Masing-masing daerah menandai urusan
muamalah mereka dengan sistem kalender lokal yang seringkali berbeda antara
satu tempat dengan lainnya.
Maka, Khalifah 'Umar memanggil para sahabat profesional
dan dewan penasehat untuk menentukan satu sistem penanggalan yang akan
diberlakukan secara
menyeluruh di semua wilayah kekuasaan islam.
Nama
bulan-bulan dalam kalender islam
Sistem
penanggalan yang dipakai sudah memiliki tuntunan jelas di dalam Al Qur'an,
yaitu sistem kalender bulan (qomariyah). Nama-nama bulan yang
dipakai adalah nama-nama bulan yang memang berlaku di kalangan kaum Quraisy di
masa kenabian. Namun ketetapan Allah menghapus adanya praktek
interkalasi (Nasi'). Praktek Nasi' memungkinkan kaum Quraisy
menambahkan bulan ke-13 atau lebih tepatnya memperpanjang satu bulan tertentu
selama 2 bulan pada setiap sekitar 3 tahun agar bulan-bulan qomariyah tersebut
selaras dengan perputaran musim atau matahari. Karena itu pula, arti nama-nama
bulan di dalam kalender qomariyah tersebut beberapa di antaranya menunjukkan
kondisi musim. Misalnya, Rabi'ul Awwal artinya musim semi yang pertama.
Ramadhan artinya musim panas.
Praktek
Nasi' ini juga dilakukan atau disalahgunakan oleh kaum Quraisy agar
memperoleh keuntungan dengan datangnya jamaah haji pada musim yang sama di tiap
tahun di mana mereka bisa mengambil keuntungan perniagaan yang lebih besar.
Praktek ini juga berdampak pada ketidakjelasan masa bulan-bulan Haram. Pada tahun
ke-10 setelah hijrah, Allah menurunkan ayat yang melarang praktek
Nasi' ini:
"Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram..."
[At Taubah (9): 38]
"Sesungguhnya
mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan
orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya
pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan
dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang
diharamkan Allah... " [At Taubah (9): 39]
Kalender
Hijriyah terdiri dari 12 bulan:
Muharram
[30 Hari]
Shafar [29 Hari]
Rabi'ul
Awal [30 Hari]
Rabi'ul
Akhir [29 Hari]
Jumadil
Awal [30 Hari]
Jumadil
Akhir [30 Hari]
Rajab [30 Hari]
Sya'ban [29 Hari]
Ramadhan
[30 Hari]
Syawal [29 Hari]
Dzulqa'idah
[30 Hari]
Dzulhijjah
[29/(30) Hari]
Keterangan :
Tanda kurung
merupakan tahun kabisat dalam kalender Hijriyah dengan metode sisa yaitu 3-3-2
yang berjumlah 11 buah yaitu 2,5,8,10,13,16,18,21,24,26 dan 29.
Sedangkan
4 bulan Haram, di mana peperangan atau pertumpahan darah di
larang, adalah: Dzulqa'idah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Nama-nama
hari
Kalender
Hijriyah terdiri dari 7 hari. Sebuah hari diawali dengan terbenamnya Matahari,
berbeda dengan Kalender Masehi yang mengawali hari pada saat tengah malam.
Berikut adalah nama-nama hari:
al-Itsnayn (Senin)
ats-Tsalaatsa' (Selasa)
al-Arba'aa
/ ar-Raabi'
(Rabu)
al-Khamsatun (Kamis)
al-Jumu'ah (Jumat)
as-Sabat (Sabtu)
al-Ahad (Minggu)
Tanggal-tanggal
penting dalam Kalender Hijriyah adalah:
1
Muharram: Tahun Baru Hijriyah
10
Muharram: Hari Asyura. Hari ini diperingati bagi kaum Syi'ah untuk memperingati
wafatnya Imam Husain bin Ali
12
Rabiul Awal: Maulud Nabi Muhammad (hari kelahiran Nabi Muhammad)
27
Rajab: Isra' Mi'raj
Bulan
Ramadan: Satu bulan penuh umat Islam menjalankan Puasa di bulan Ramadan
17
Ramadan: Nuzulul Qur'an
10 hari
ganjil terakhir di Bulan Ramadan terjadi Lailatul Qadar
1
Syawal: Hari Raya Idul Fitri
8
Dzulhijjah: Hari Tarwiyah
9
Dzulhijjah: Wukuf di Padang Arafah
10
Dzulhijjah: Hari Raya Idul Adha
11-13
Dzulhijjah:Hari Tasyriq
Peristiwa
Hijrah sebagai tonggak Kalender Islam
Masalah
selanjutnya adalah menentukan awal penghitungan kalender islam ini. Apakah akan
memakai tahun kelahiran Nabi Muhammad saw., seperti orang Nasrani? Apakah saat
kematian beliau? Ataukah saat Nabi diangkat menjadi Rasul atau turunnya Al
Qur'an? Ataukah saat kemenangan kaum muslimin dalam peperangan?
Penentuan
kapan dimulainya tahun 1 Hijriah dilakukan 6 tahun setelah wafatnya Nabi
Muhammad. Namun demikian, sistem yang mendasari Kalender Hijriah telah ada
sejak zaman pra-Islam, dan sistem ini direvisi pada tahun ke-9 periode Madinah.
Penentuan
dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan pada
Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada
pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah
hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya Matahari di tempat tersebut.
Kalender
Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar
(qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik
bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708
hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar
11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Faktanya,
siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender
Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan Matahari. Usia bulan yang
mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik
apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang
bersamaan, bumi berada pada jarak terdekatnya dengan Matahari (perihelion).
Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat
terjadinya bulan baru di perige (jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi
berada di titik terjauhnya dari Matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa
usia bulan tidak tetap melainkan berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan
kedudukan ketiga benda langit tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari).
Penentuan
awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas)
Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi atau ijtimak).
Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga
posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari
ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak
ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang
memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada penampakan hilal.
Penetapan
kalender Hijriyah dilakukan pada jaman Khalifah Umar bin Khatab, yang
menetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Mekah ke Madinah. Kalender
Hijriyah juga terdiri dari 12 bulan, dengan jumlah hari berkisar 29-30 hari.
Penetapan 12 bulan ini sesuai dengan firman Allah Subhana Wata'ala:
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam
ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat
bulan haram.
Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam
bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana
mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa.” (QS : At Taubah(9):36).
Sebelumnya,
orang Arab pra-kerasulan Rasulullah Muhammad SAW telah menggunakan bulan-bulan
dalam kalender hijriyah ini. Hanya saja mereka tidak menetapkan ini tahun
berapa, tetapi tahun apa. Misalnya saja kita mengetahui bahwa kelahiran
Rasulullah SAW adalah pada tahun gajah.Abu Musa Al-Asyári sebagai salah satu
gubernur di zaman Khalifah Umar r.a. menulis surat kepada Amirul Mukminin yang
isinya menanyakan surat-surat dari khalifah yang tidak ada tahunnya, hanya
tanggal dan bulan saja, sehingga membingungkan. Khalifah Umar lalu mengumpulkan
beberapa sahabat senior waktu itu. Mereka adalah Utsman bin Affan r.a., Ali bin
Abi Thalib r.a., Abdurrahman bin Auf r.a., Sa’ad bin Abi Waqqas r.a., Zubair
bin Awwam r.a., dan Thalhan bin Ubaidillah r.a.
Mereka
bermusyawarah mengenai kalender Islam. Ada yang mengusulkan berdasarkan milad
Rasulullah saw. Ada juga yang mengusulkan berdasarkan pengangkatan Muhammad saw
menjadi Rasul. Dan yang diterima adalah usul dari Ali bin Abi Thalib r.a. yaitu
berdasarkan momentum hijrah Rasulullah SAW dari Makkah ke Yatstrib (Madinah).
Maka semuanya setuju dengan usulan Ali r.a. dan ditetapkan bahwa tahun pertama
dalam kalender Islam adalah pada masa hijrahnya Rasulullah saw. Sedangkan
nama-nama bulan dalam kalender hijriyah ini diambil dari nama-nama bulan yang
telah ada dan berlaku pada masa itu di wilayah Arab.
Sistem kalender pra-Islam di Arab
Sebelum
datangnya Islam, di tanah Arab dikenal sistem kalender berbasis campuran antara
Bulan (komariyah) maupun Matahari (syamsiyah). Peredaran bulan digunakan, dan
untuk mensinkronkan dengan musim dilakukan penambahan jumlah hari
(interkalasi).
Pada
waktu itu, belum dikenal penomoran tahun. Sebuah tahun dikenal dengan nama
peristiwa yang cukup penting pada tahun tersebut. Misalnya, tahun dimana
Muhammad lahir, dikenal dengan sebutan "Tahun Gajah", karena pada
waktu itu, terjadi penyerbuan Ka'bah di Mekkah oleh pasukan gajah yang dipimpin
oleh Abrahah, Gubernur Yaman (salah satu provinsi Kerajaan Aksum, kini termasuk
wilayah Ethiopia).
Revisi penanggalan
Pada era
kenabian Muhammad, sistem penanggalan pra-Islam digunakan. Pada tahun ke-9
setelah Hijrah, turun ayat 36-37 Surat At-Taubah, yang melarang menambahkan
hari (interkalasi) pada sistem penanggalan.
Penentuan Tahun 1 Kalender Islam
Setelah
wafatnya Nabi Muhammad, diusulkan kapan dimulainya Tahun 1 Kalender Islam. Ada
yang mengusulkan adalah tahun kelahiran Muhammad sebagai awal patokan
penanggalan Islam. Ada yang mengusulkan pula awal patokan penanggalan Islam
adalah tahun wafatnya Nabi Muhammad.
Akhirnya,
pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin Khatab menetapkan awal patokan
penanggalan Islam adalah tahun dimana hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke
Madinah. Penentuan awal patokan ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh
bulan-bulan tambahan (interkalasi) dalam periode 9 tahun.
Tanggal 1 Muharam Tahun
1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622, dan tanggal ini bukan berarti
tanggal hijrahnya Nabi Muhammad. Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad terjadi
bulan September 622. Dokumen tertua yang menggunakan sistem Kalender Hijriah
adalah papirus di Mesir pada tahun 22 H,
PERF 558.
Kalender Hijriah dan Penanggalan
Jawa
Sistem
Kalender Jawa berbeda dengan Kalender Hijriyah, meski keduanya memiliki
kemiripan. Pada abad ke-1, di Jawa diperkenalkan sistem penanggalan Kalender
Saka (berbasis Matahari) yang berasal dari India. Sistem penanggalan ini
digunakan hingga pada tahun 1625 Masehi (bertepatan dengan tahun 1547 Saka),
Sultan Agung mengubah sistem Kalender Jawa dengan mengadopsi Sistem Kalender
Hijriah, seperti nama-nama hari, bulan, serta berbasis lunar (komariyah). Namun
demikian, demi kesinambungan, angka tahun saka diteruskan, dari 1547 Saka
Kalender Jawa tetap meneruskan bilangan tahun dari 1547 Saka ke 1547 Jawa.
(Berbagai Sumber)