Senin, 10 Desember 2012 By Mr.Birr
0 Comments
Bermula dari Islamnya Sang Kakak
Melinda Baily baru tiga tahun memeluk Islam. Lahir dari ayah berdarah
Polandia dan ibu berdarah Italia, kehidupan keluarganya benar-benar
didedikasikan untuk Kristen.
Perkenalannya dengan Islam, tak
lepas dari sang kakak. “Kakakku memiliki hubungan serius dengan pria
Muslim,” ujar dia seperti dikutip onislam.net.
Sang kakak
terlebih dulu mempelajari Islam. Awalnya, dalam keluarga Melinda tak
satu pun yang mengenal Islam. Kehadiran calon kakak ipar disambut baik
oleh keluarga. Kakaknya mulai ‘meraba-raba’ untuk belajar tentang cara
pandang calon suaminya itu.
Keinginan sang kakak untuk belajar
Islam tak terbendung lagi. “Dia ingin membuat keputusan tentang agama
apa yang ingin mereka ajarkan kepada anaknya. Dia tak ingin
memperkenalkan anak-anaknya dengan agama yang ia sendiri tidak yakin,”
kata wanita yang tinggal di Carolina Selatan ini.
Sang kakak
akhirnya memutuskan untuk memeluk Islam setelah belajar selama dua
tahun. Kakaknya mengatakan pada anggota keluarga bahwa ia tak lagi bisa
menerima ajaran Trinitas yang selama ini dianut. Berislamnya kakak
Melinda, pada mulanya dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan.
Bagaimana
tidak, begitu banyak kesalahpahaman yang bisa terjadi karena masalah
agama. Banyak perubahan besar yang terjadi pada diri sang kakak. Mulai
dari cara pandang, cara berpakaian, cara berpikir dan semuanya.
“Sungguh, saat itu aku benar-benar tidak tertarik pada Islam. Sangat
menakutkan untuk melihat kakak banyak mengalami perubahan,” kenang
Melinda.
Mencari Agama Sendiri
Masuknya sang kakak menjadi seorang Muslim, cukup menyebabkan
keluarganya tak lagi pergi ke gereja. Namun, mereka mengaku masih
memercayai ajaran Trinitas.
Sejak saat itu, banyak hal yang
bertentangan dalam keluarga karena adanya perbedaan agama. Orang tuanya
mengatakan satu hal, kakaknya mengatakan hal yang lain. Bosan dengan
perdebatan, Melinda memutuskan untuk mencari sendiri keyakinannya saat
hendak masuk ke sekolah tinggi.
“Jadi, aku benar-benar ingin
belajar sendiri dan memutuskan apa yang kuyakini. Bukan hanya menerima
agama yang kubawa sejak lahir,” ujar dia. Ia sangat yakin, apa pun hasil
pencariannya akan membuatnya semakin mantap dalam beragama. Entah itu
makin mantap menjadi seorang Kristen, atau bahkan justru masuk Islam.
Melinda
sudah bertekad untuk ‘mencari kebenaran agama’, namun ternyata
kehidupannya sebagai remaja jauh lebih menggairahkan dibandingkan
keinginannya untuk belajar. “Ternyata aku tidak pernah benar-benar
memiliki dorongan untuk melakukannya, karena aku sibuk melakukan banyak
hal sebagai remaja,” tuturnya.
Tak berselang lama, sang kakak
yang sudah berkeluarga, memutuskan untuk pisah rumah. Setiap kali datang
berkunjung, Melinda selalu merasa kakaknya datang dengan karakter yang
lebih religius dari sebelumnya. “Sungguh sangat menakutkan melihat
perubahan itu. Lalu kakak mengenalkan aku dengan seorang pria Muslim,”
ungkap Melinda.
Ia kemudian menjalin hubungan dengan pria itu.
Namun, sebelum hubungan itu berlanjut serius, keduanya memutuskan untuk
tidak melihat satu sama lain. Melinda ingin melakukan ‘meditasi’ untuk
melakukan pencarian agama sebelum memutuskan untuk memiliki hubungan
yang lebih serius dengan seseorang.
Melinda mulai melakukan
pencarian. Baginya, satu rumah tangga harus memiliki agama yang sama.
Itu adalah masalah prinsip yang tak bisa ditawar lagi. Pencarian agama
ini yang menjadi langkah penting untuk menentukan apakah hubungan dengan
pria itu lanjut atau putus. “Pernikahan lintas agama adalah suatu hal
yang sulit. Aku benar-benar ingin meneliti agama sebelum akau memutuskan
agama yang akan aku anut,” kata dia.
Hal pertama yang ia
pelajari tentang Islam, yaitu hak tentang perempuan. Banyak rumor yang
ia dengar tentang hak perempuan. Ia pikir perempuan dipaksa harus
menutup seluruh badannya, harus selalu di belakang laki-laki. Opini itu
yang selama ini ada di benaknya, karena seperti itulah yang
digembar-gemborkan di media.
Alangkah terkejutnya Melinda ketika
mengatahui bahwa ternyata banyak hak yang diberikan kepada perempuan.
Misalnya, seorang wanita memiliki hak untuk memiliki kekayaan dan bisnis
sendiri. Ia juga baru tahu bahwa perempuan bertanggungjawab terhadap
uang sendiri dan boleh melakukan sesuatu tanpa pengaruh laki-laki. “Aku
juga terkejut bahwa perempuan ternyata memiliki hak waris,” ujarnya.
Ragu Soal Trinitas
Berbicara soal hak perempuan, Melinda mulai setuju dengan beberapa hal
yang ada dalam Islam. Poin awal ini yang semakin membuatnya tertarik
untuk mempelajari Islam.
Melinda lalu mencari tahu apa yang
sebenarnya disembah oleh umat Islam. Awalnya, ia berpikir Muslim
menyembah Muhammad, tidak percaya pada Yesus dan tidak percaya pada
Tuhan. “Ketika aku meneliti, ternyata mereka percaya pada Yesus (Isa),
mereka percaya pada Tuhan, tapi mereka tidak percaya pada Trinitas.”
Saat
mempelajari Islam, ia melihat banyak hal yang mirip antara Islam dan
Kristen. Beberapa kisah dalam Alquran semakin memudahkannya dalam
belajar. Melinda juga banyak mengetahui cerita tentang Abraham
(Ibrahim), Musa dan Nuh dan begitu banyak hal yang persis sama, kecuali
soal Trinitas.
Melinda lalu mempelajari posisi Muhammad dalam
Islam. Ia lalu tahu bahwa Muslim tidak menyembah Nabi Muhammad.
“Muhammad adalah seorang nabi yang memerintahkan untuk menyembah satu
Tuhan,” kata dia.
Satu hal umum yang merupakan perdebatan besar
antara Muslim dan Kristen adalah sudut pandang Islam bahwa menyembah
Yesus sebagai Tuhan dianggap menyekutukan Allah. Ia kemudian mempelajari
pandangan Islam tentang Yesus. "Secara pribadi, pada saat itu aku
menyadari bahwa Trinitas benar-benar tidak masuk akal bagiku,” kata dia.
Namun, hal itu belum memuaskan dirinya. Banyak poin yang ia
pelajari dalam Kristen, seperti Yesus adalah anak Tuhan, dan bahwa dia
adalah Tuhan. Ia membandingkan dengan apa yang dikatakan umat Muslim
bahwa Yesus adalah nabi dan tak pernah minta untuk disembah.
Saat
konsep Trinitas sudah ia yakini kesalahannya, Melinda tak serta merta
menyatakan masuk Islam. Satu hal yang menghalanginya masuk Islam adalah
anggapan bahwa dirinya takkan diterima secara sosial jika menjadi
Muslim. “Itu karena kesombongan kita sendiri dan prasangka. Kadang kita
tidak bisa menerima seseorang dari ras yang berbeda, dari warna yang
berbeda atau dari negara dan budaya yang berbeda,” ujarnya.
Namun,
Melinda sadar dan segera memantapkan hatinya untuk memeluk Islam dan
menikah. Ia teringat saat pertama kali akan menikah dan berpindah agama.
"Sulit sekali menjelaskan pada keluarga besar yang sebagaian besar
Katholik dan sebagian Kristen,” kata dia.
Ia juga mengatakan
sangat sulit berada dalam suatu negara dengan kondisi minoritas, namun
begitu banyak prasangka. "Alhamdulillah, kini saya Muslim. Sudah menikah
dan mulai menjalankan ajaran agama Islam," tegas Melinda.(Republika)