Menjadi Wanita ‘Kafir’ Tanpa Sadar
DALAM sebuah redaksi hadits disebutkan ada sosok wanita yang memiliki sifat, “yakfurnal ‘asyir”
(kafir kepada suami, maksudnya mengingkari kebaikan suami). Tentu saja
bagi sebagian wanita, tentu tidak akan terima bila judul di atas
disematkan pada dirinya.
Di saat hatinya senang dan ‘nyaman’ kepada suaminya, seorang istri akan memandang suaminya sebagai sosok yang baik dan ‘sempurna’. Tanpa cacat dan kekurangan. Di saat laju rumah tangga stabil tanpa alang rintangan yang berarti, seorang istri biasanya akan terngiang terus akan kebaikan-kebaikan sang suami.
Berbeda kondisinya manakala perasaan dan hati sang istri tertutupi oleh kekurangnyamanan dan tidakketidaksukaan kepada suami, maka segala bentuk kekurangan dan kekhilafan sang suami nampak nyata di depan mata. Dalam pandangannya, sang suami tak pernah melakukan kebaikan sama sekali pada dirinya. Seakan-akan sang suami selama ini hanya sebatas ‘produsen’ keburukan tanpa henti. Bisa dibayangkan bukan, bagaimana hari-hari berjalan tanpa ada senyum dan sapa di antara keduanya.
Kisah Khaizuran berikut ini mungkin dapat dijadikan pelajaran bagi setiap wanita agar tidak terjerumus kepada kufur nikmat terhadap suami. Khaizuran adalah seorang budak wanita yang dibeli oleh Khalifah Al-Mahdi dari An-Nukhas. Beliau memerdekakannya lalu menikahinya. Beliau juga memenuhi segala kebutuhannya. Namun, setiap kali Khaizuran marah kepada beliau, ia selalu saja berucap di hadapannya, “Aku tidak pernah melihatmu berbuat baik sama sekali!”
Kisah senada juga dilakukan oleh Al-Barmakiyah, seorang budak wanita. Ia dibeli oleh Al-Mu’atamid bin ‘Ubad, seorang raja Maroko, dan menjadikan seorang permaisuri. Ketika Al-Barmakiyah menyaksikan anak-anak perempuan bermain pasir, maka ia teringat masa kecil.
Lalu, ia tertarik untuk bermain pasir seperti mereka. Maka, sang raja pun memerintahkan untuk mendatangkan minyak wangi yang tak terkira jumlahnya yang serupa dengan pasir. Ia pun senang dan bermain dengannya. Namun, ketika ia merasa marah kepada sang raja, serta merta ia berujar, “Sungguh, aku belum pernah melihat kabaikanmu secuil pun!” Sang raja pun tersenyum dan menyela, “Apakah juga pada saat engkau bermain pasir (maksudnya saat ia bermain minyak wangi sebagaimana ia bermain pasir)?” Maka, ia pun merasa malu mendengar ucapan tersebut.
Tabiat mayoritas wanita adalah melupakan kebaikan di saat pasangannya melakukan kekhilafan atau terdapat kekurangan padanya. Seakan-akan kebaikan suami yang sedemikian banyak dan besar tertutupi oleh kekurangan dan kekhilafan yang tak seberapa yang dilakukan oleh suami. Kemesraan saat bulan madu bisa jadi sirna oleh kekhilafan suami yang mungkin dapat dihutung dengan jari. Jerih payah suami seakan-akan menguap bigutu saja tanpa membekas sedikit pun di saat suami melakukan kesalahan yang tak seberapa.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam telah mewanti-wanti kaum wanita dari perilaku seperti ini. Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Diperlihatkan neraka kepadaku, dan ternyata mayoritas penghuninya adalah kaum wanita lantaran mereka berbuat kufur.” Ditanyakan kepada beliau, “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau bersabda:
يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الْإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Mereka kufur kepada suami dan mengingkari kebaikan. Sekiranya engkau berbuat baik kepada salah seorang dari mereka selama satu tahun, lalu ia melihat suatu keburukan padamu, tentu ia akan berkata, ‘Aku belum pernah melihat satu kebaikan pun pada dirimu.” (HR. Bukhari).
Bila engkau menyaksikan istrimu memiliki tabiat seperti itu, maka tak perlu cemas dan bersedih hati. Yakinlah, bahwa kebaikan-kabaikan yang sedemikian banyak tak kan pernah sia-sia, manakala engkau lakukan ikhlas karena mengharap ridha Allah. Sekiranya istrimu memungkiri kebaikanmu, yakinlah bahwa Allah Yang Maha Kuasa mengetahui dan mencatatatnya.
Kepada para wanita yang masih memendam karakter seperti di atas, penilaianmu terhadap suaminya seperti itu tak akan membuahkan apa-apa selain bertambah kuatnya rasa bencimu kepada pasanganmu dan itu tak dapat memberikan solusi untuk memperbaiki kesalahan dan kekhilafan suamimu. Berpikir dan berilah penilaian secara obyektif. Tak ada manusia yang sempurna. Semoga nasihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam di atas mampu memberikan suntikan motifasi bagimu untuk senantiasa menjadi istri yang bersyukur dan pandai mengelola perasaannya. Wallahu a’lam.*
Penulis pemerhati masalah parenting dan penulis buku-buku keluarga. Kini tinggal di Solo, Jawa Tengah[Hidayatullah.com]
Di saat hatinya senang dan ‘nyaman’ kepada suaminya, seorang istri akan memandang suaminya sebagai sosok yang baik dan ‘sempurna’. Tanpa cacat dan kekurangan. Di saat laju rumah tangga stabil tanpa alang rintangan yang berarti, seorang istri biasanya akan terngiang terus akan kebaikan-kebaikan sang suami.
Berbeda kondisinya manakala perasaan dan hati sang istri tertutupi oleh kekurangnyamanan dan tidakketidaksukaan kepada suami, maka segala bentuk kekurangan dan kekhilafan sang suami nampak nyata di depan mata. Dalam pandangannya, sang suami tak pernah melakukan kebaikan sama sekali pada dirinya. Seakan-akan sang suami selama ini hanya sebatas ‘produsen’ keburukan tanpa henti. Bisa dibayangkan bukan, bagaimana hari-hari berjalan tanpa ada senyum dan sapa di antara keduanya.
Kisah Khaizuran berikut ini mungkin dapat dijadikan pelajaran bagi setiap wanita agar tidak terjerumus kepada kufur nikmat terhadap suami. Khaizuran adalah seorang budak wanita yang dibeli oleh Khalifah Al-Mahdi dari An-Nukhas. Beliau memerdekakannya lalu menikahinya. Beliau juga memenuhi segala kebutuhannya. Namun, setiap kali Khaizuran marah kepada beliau, ia selalu saja berucap di hadapannya, “Aku tidak pernah melihatmu berbuat baik sama sekali!”
Kisah senada juga dilakukan oleh Al-Barmakiyah, seorang budak wanita. Ia dibeli oleh Al-Mu’atamid bin ‘Ubad, seorang raja Maroko, dan menjadikan seorang permaisuri. Ketika Al-Barmakiyah menyaksikan anak-anak perempuan bermain pasir, maka ia teringat masa kecil.
Lalu, ia tertarik untuk bermain pasir seperti mereka. Maka, sang raja pun memerintahkan untuk mendatangkan minyak wangi yang tak terkira jumlahnya yang serupa dengan pasir. Ia pun senang dan bermain dengannya. Namun, ketika ia merasa marah kepada sang raja, serta merta ia berujar, “Sungguh, aku belum pernah melihat kabaikanmu secuil pun!” Sang raja pun tersenyum dan menyela, “Apakah juga pada saat engkau bermain pasir (maksudnya saat ia bermain minyak wangi sebagaimana ia bermain pasir)?” Maka, ia pun merasa malu mendengar ucapan tersebut.
Tabiat mayoritas wanita adalah melupakan kebaikan di saat pasangannya melakukan kekhilafan atau terdapat kekurangan padanya. Seakan-akan kebaikan suami yang sedemikian banyak dan besar tertutupi oleh kekurangan dan kekhilafan yang tak seberapa yang dilakukan oleh suami. Kemesraan saat bulan madu bisa jadi sirna oleh kekhilafan suami yang mungkin dapat dihutung dengan jari. Jerih payah suami seakan-akan menguap bigutu saja tanpa membekas sedikit pun di saat suami melakukan kesalahan yang tak seberapa.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam telah mewanti-wanti kaum wanita dari perilaku seperti ini. Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Diperlihatkan neraka kepadaku, dan ternyata mayoritas penghuninya adalah kaum wanita lantaran mereka berbuat kufur.” Ditanyakan kepada beliau, “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau bersabda:
يَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ وَيَكْفُرْنَ الْإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Mereka kufur kepada suami dan mengingkari kebaikan. Sekiranya engkau berbuat baik kepada salah seorang dari mereka selama satu tahun, lalu ia melihat suatu keburukan padamu, tentu ia akan berkata, ‘Aku belum pernah melihat satu kebaikan pun pada dirimu.” (HR. Bukhari).
Bila engkau menyaksikan istrimu memiliki tabiat seperti itu, maka tak perlu cemas dan bersedih hati. Yakinlah, bahwa kebaikan-kabaikan yang sedemikian banyak tak kan pernah sia-sia, manakala engkau lakukan ikhlas karena mengharap ridha Allah. Sekiranya istrimu memungkiri kebaikanmu, yakinlah bahwa Allah Yang Maha Kuasa mengetahui dan mencatatatnya.
Kepada para wanita yang masih memendam karakter seperti di atas, penilaianmu terhadap suaminya seperti itu tak akan membuahkan apa-apa selain bertambah kuatnya rasa bencimu kepada pasanganmu dan itu tak dapat memberikan solusi untuk memperbaiki kesalahan dan kekhilafan suamimu. Berpikir dan berilah penilaian secara obyektif. Tak ada manusia yang sempurna. Semoga nasihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam di atas mampu memberikan suntikan motifasi bagimu untuk senantiasa menjadi istri yang bersyukur dan pandai mengelola perasaannya. Wallahu a’lam.*
Penulis pemerhati masalah parenting dan penulis buku-buku keluarga. Kini tinggal di Solo, Jawa Tengah[Hidayatullah.com]