Recent Articles

Pahami'lah Jihad Dalam Islam


Ilustrasi
Jihad ( جهاد ) adalah berjuang dengan sungguh-sungguh menurut syariat Islam.

Jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia yaitu menegakkan Din Allah atau menjaga Din tetap tegak, dengan cara-cara sesuai dengan garis perjuangan para Rasul dan Al-Quran. Jihad yang dilaksanakan Rasul adalah berdakwah agar manusia meninggalkan kemusyrikan dan kembali kepada aturan Allah, menyucikan qalbu, memberikan pengajaran kepada ummat dan mendidik manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaan mereka yaitu menjadi khalifah Allah di bumi.

Jihad ada dua macam, ketika umat Islam diperangi maka jihadnya adalah "Jihadul Qita" angkat senjata bela diri karena diperangi, " Allah mengizinkan hamba-hamba-Nya untuk berperang karena mereka diperangi, dan sesungguhnya Allah pasti menolong mereka" (QS22:39), seperti di Gaza, Irak, Afghanistan.

Tetapi diwilayah damai, maka jihadnya adalah "Jihadul Ilmi" dakwah dengan hikmah, bukan dengan bom, agar umat manusia hidup dalam rahmat Islam (QS16:125), seperti di negri tercinta ini.

Deradikalisasi Makna Jihad

Jihad adalah sesuatu yang amat mulia dan luhur. Jihad berasal dari akar kata jahada, berarti bersungguh-sungguh. Dari akar kata ini membentuk tiga kata kunci, yakni jihad (perjuangan dengan fisik), ijtihad (perjuangan dengan nalar), dan mujahadah (perjuangan dengan kekuatan rohani).

Ketiga kata tersebut mengantarkan manusia untuk meraih kemuliaan. Jihad yang sebenarnya adalah jihad yang tidak pernah terpisah dengan ijtihad dan mujahadah. Jihad harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan kekuatan ijtihad dan mujahadah. 

Jihad tanpa perhitungan matang, apalagi mendatangkan mudarat lebih besar kepada orang yang tak berdosa, tidak tepat disebut jihad. Boleh jadi, itu tindakan nekat atau sia-sia yang dilegitimasi dengan dalil agama. Bahkan, itu mungkin tindakan keonaran (al-fasad).

Jihad bertujuan untuk mempertahankan kehidupan manusia yang bermartabat, bukannya menyengsarakan, apalagi menyebabkan kematian orang-orang yang tak berdosa. Sinergi antara jihad, ijtihad, dan mujahadah inilah yang selalu dicontohkan Rasulullah.

Jihad Rasulullah selalu berhasil dengan mengesankan. Di medan perang dan di medan perundingan, ia selalu menang, disegani, dan diperhitungkan kawan dan lawan. Jihad Rasul lebih mengedepankan pendekatan soft of power.

Ia lebih banyak menyelesaikan persoalan dan tantangan dengan pendekatan nonmiliteristis. Ia selalu mengedepankan cara-cara damai dan manusiawi. Bentrok fisik selalu menjadi alternatif terakhir. Itu pun dilakukan sebatas untuk  pembelaan diri.

Kalau terpaksa harus melalui perang fisik terbuka, Nabi selalu mengingatkan pasukannya agar tidak melakukan tiga hal, yaitu tidak membunuh anak-anak dan perempuan, tidak merusak tanaman, dan tidak menghancurkan rumah-rumah ibadah musuh.

Kalau musuh sudah angkat tangan, apalagi kalau telah bersyahadat, tidak boleh lagi diganggu. Rasulullah pernah marah kepada panglima angkatan perangnya, Usamah, lantaran Usamah membunuh seorang musuh yang terperangkap lalu mengucapkan syahadat.

Nabi bersabda, "Kita hanya menghukum apa yang tampak dan Allah yang menghukum apa yang tak tampak (akidah)." Akhlakul karimah tidak pernah ia tinggalkan sekalipun di medan perang.

Kemuliaan jihad tak perlu diragukan. Seseorang yang gugur di medan jihad akan langsung masuk surga, bahkan kalau terpaksa, "Tidak perlu dikafani, cukup dengan pakaian yang melekat di badannya, karena bagaimanapun yang bersangkutan akan langsung masuk surga," kata Rasulullah.

Namun, kekuatan ijtihad tidak kalah pentingnya dengan jihad secara fisik. Nabi secara arif pernah menyatakan, "Goresan tinta pena ulama lebih mulia daripada percikan darah para syuhada."

Demikian pula dengan kekuatan mujahadah, Nabi pernah menyatakan pernyataan seusai peperangan hebat, "Kita baru saja kembali dari medan perang kecil ke medan perang yang lebih besar, yaitu melawan hawa nafsu." Menaklukkan hawa nafsu bagian dari fungsi mujahadah. 

Mari Meluruskan Makna Jihad

Jihad bukan semata-mata perjuangan fisik. Jihad juga berarti perjuangan pikiran dan perjuangan mengalahkan nafsu.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Nasaruddin Umar, mengatakan definisi seperti itu berasal dari padanan kata jihad dalam bahasa Arab. Jihad, terangnya berasal dari kata jahada yang berarti bersungguh-sungguh.

Kemudian berubah menjadi beberapa kata di antaranya jihad, ijtihad, dan mujahadah. Yang pertama berarti perjuangan fisik, kedua berarti perjuangan pemikiran,  dan ketiga adalah perjuangan memerangi hawa nafsu. ''Jihad yang kita pahami adalah sinergi dari seluruhnya,'' ungkap Nasaruddin di Griya Bima Sakti, Jakarta, Jumat (16/7).

Dirinya mengutip sebuah hadits Rasulullah. Suatu ketika Rasulullah memeriksa apakah pasukannya sudah makan atau belum, ternyata sudah. Kemudian Rasulullah memanggil Salman al-Farisi untuk menyusun strategi perang.

Salman mengatakan jika membangun tembok untuk membentengi umat Islam dari serangan kaum kafir Quraisy maka akan banyak memakan biaya besar. Sementara, membangun parit tidak banyak memakan biaya. Maka Rasulullah memerintahkan membangun parit dalam perang Khandak. ''Itu ijtihad,'' ujarnya.

Dia tidak setuju jika jihad dipahami dalam satu arti saja. Muslim dari kalangan tertentu kerap melakukan itu. Pemahaman parsial tersebut mengakibatkan munculnya radikalisme. Dirinya berharap organisasi besar seperti Nahdhatul Ulama dapat mengatasi hal itu.

Dia mengatakan, NU harus bergerak dengan pendidikan dan dakwah. ''Itu adalah cara efektif mengajarkan jihad dalam arti luas,'' imbuhnya.

NU dinilai berkompeten untuk melakukan itu karena organisasi besar tersebut tidak hanya fokus kepada Islam, tetapi juga negara. Namun demikian, terangnya, organisasi lain juga berperan menyebarkan jihad yang tidak parsial. ''Masing-masing berjalan di jalannya dengan visi yang sama,'' harapnya.

Etika perang Muhammad

Semasa kepemimpinan Muhammad dan Khulafaur Rasyidin antara lain diriwayatkan bahwa Abu Bakar sebelum mengirim pasukan untuk berperang melawan pasukan Romawi, memberikan pesan pada pasukannya , yang kemudian menjadi etika dasar dalam perang yaitu:
  • Jangan berkhianat.
  • Jangan berlebih-lebihan.
  • Jangan ingkar janji.
  • Jangan mencincang mayat.
  • Jangan membunuh anak kecil, orang tua renta, wanita.
  • Jangan membakar pohon, menebang atau menyembelih binatang ternak kecuali untuk dimakan.
  • Jangan mengusik orang-orang Ahli Kitab yang sedang beribadah.
  • Jangan Membunuh Musuh Yang Sudah Menyerah.
  • Jangan Membunuh Orang Yang Tidak Bersenjata.

Posting Lebih Baru Posting Lama
digitalhuda.com