Recent Articles

Belajar Tangguh dan Sabar dari Khalid bin Walid


Ilustrasi
Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, Dzat penuh kasih dan sayang, tak pandang sesiapa memberikan kemurahan dan pengampunan. Ia yang senantiasa ada dan ada sebelum yang lainnya ada. Ia yang takkan pernah tiada meski seluruh makhluk tiada. Segala yang mendamaikan, menentramkan, bermula dariNya. Dari Ia Maha Cinta. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada qudwah hasanah, manusia mulia, idola seluruh dunia yang membawakan cintaNya kepada umat manusia, Nabi Muhammad shollallahu ‘alayhi wasallam, beserta keluarga, para sahabat, dan semoga kita adalah pengikutnya yang istiqomah menjalankan sunnah-sunnahnya, dan kelak di akhirat dengan penuh kelembutan lisannya, memanggil kita dengan penuh cinta, ummaty, ummaty, ummaty. Allahumma aamiin.

Saat ini, saat mungkin sebagian orang sudah lelap dalam tidurnya, atau bahkan sebagian dari mereka tengah dibuai mimpi-mimpi indahnya, ah, semoga saja sebelum memejamkan matanya, mereka masih menyempatkan bermuhasabah. Pun diri ini, dan nasihat ini adalah memang untuk diri sendiri, bersyukur kepada Allah jika ada kebaikan dan kebermanfaatan yang dapat diambil orang lain dengan membaca tulisan sederhana ini. Dan tentunya, kebaikan itu hadir dari Allah Maha Pemberi, Sang Pencipta yang mencinta hambaNya dengan segala cara. Seperti halnya seorang Khalid bin Walid. Pernahkah mendengar nama seorang sahabat Rasulullah itu? Mari kita sedikit mengulas kisah heroik seorang yang mendapat gelar Syaifullah (pedang Allah) dari baginda Muhammad shollallahu ‘alayhi wasallam.

Apa yang hendak kami uraikan disini? Tak banyak memang, karena keterbatasan pengetahuan kami tentang sahabat mulia itu. Seorang yang dahulunya kafir, namun mengubah jalan hidupnya setelah perang Uhud, setelah ia dengan lantang bersuara, “Hai Muhammad! Kami (kafir Quraisy) sudah Menang, kamu telah kalah dalam peperangan ini….lihatlah pamanmu Hamzah yang tewas tercabik cabik tubuhnya dan lihatlah pasukanmu yang telah porak poranda”. Namun dengan kegagahannya, Rasulullah (manusia mulia) itu menjawab, “Tidak! Aku yang menang dan engkau yang kalah Khalid …Mereka yang gugur adalah Syahid , sebenarnya mereka tidak mati wahai Khalid mereka hidup di sisi Alloh SWT. penuh dengan kemuliaan dan kenikmatan , mereka telah berhasil pindah alam dari dunia menuju akhirat menuju surga Alloh karena membela agama Alloh gugur sebagai syuhada akan tetapi Matinya tentaramu , matinya sebagai kafir dan dimasukkan ke Neraka Jahannam” “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”. (QS. Al-Baqarah (2):154)

Ya, itulah sekelumit episode yang dilalui seorang Khalid bin Walid sebelum ia masuk Islam. Namun, mari kita belajar bahwa setiap kita memang memiliki masa lalu yang mungkin kelam mencekam, akan tetapi bukan berarti masa depan menjadi suram, jika kita mengikhtiarkan segenap kemampuan, melangitkan doa pertaubatan, dan berpasrah dalam tawakal, berharap Allah membimbing jalan juang perbaikan. Dan dapat kita temui, insyaallah pertaubatan itu dari seorang pedang Allah, Khalid bin Walid.

Namun, pada kesempatan kali ini, kami tidak bermaksud mengulas episode hijrah sahabat mulia itu. Kita akan belajar tentang ketangguhan Khalid bin Walid dengan strategi perangnya dan acap kali menjumpai kemenangan dengan Khalid sebagai panglimanya, dan tentu atas seizin Allah untuk memenangkan peperangan umat Islam dengan kafir Quraisy untuk membela agama mulia, Islam.

Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Khalid bin Walid ditunjuk menjadi panglima pasukan Islam sebanyak 46.000, menghadapi tentara Byzantium dengan jumlah pasukan 240.000. Dia sama sekali tidak gentar menghadapinya, dia hanya khawatir tidak bisa mengendalikan hatinya karena pengangkatannya dalam peperangan yang dikenal dengan Perang Yarmuk itu. Dalam Perang Yarmuk jumlah pasukan Islam tidak seimbang dengan pihak musuh yang berlipat-lipat. Ditambah lagi, pasukan Islam yang dipimpin Khalid tanpa persenjataan yang lengkap, tidak terlatih dan rendah mutunya. Ini berbeda dengan angkatan perang Romawi yang bersenjata lengkap dan baik, terlatih dan jumlahnya lebih banyak. Bukan Khalid namanya jika tidak mempunyai strategi perang, dia membagi pasukan Islam menjadi 40 kontingen dari 46.000 pasukan Islam untuk memberi kesan seolah-olah pasukan Islam terkesan lebih besar dari musuh. Strategi Khalid ternyata sangat ampuh. Saat itu, taktik yang digunakan oleh Romawi terutama di Arab utara dan selatan ialah dengan membagi tentaranya menjadi lima bagian; depan, belakang, kanan, kiri dan tengah. Heraklius telah mengikat tentaranya dengan besi antara satu sama lain. Ini dilakukan agar mereka jangan sampai lari dari peperangan. Kegigihan Khalid bin Walid dalam memimpin pasukannya membuahkan hasil yang membuat hampir semua orang tercengang. Pasukan Islam yang jumlahnya jauh lebih sedikit itu berhasil memukul mundur tentara Romawi dan menaklukkan wilayah itu.

Perang yang dipimpin Khalid lainnya adalah perang Riddah (perang melawan orang-orang murtad). Perang Riddah ini terjadi karena suku-suku bangsa Arab tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan Abu Bakar di Madinah. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Rasulullah, dengan sendirinya batal setelah Rasulullah wafat.Oleb sebab itu, mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan. Maka Abu Bakar mengutus Khalid bin Walid untuk menjadi jenderal pasukan perang Islam untuk melawan kaum murtad tersebut, hasilnya kemenangan ada di pihak Khalid.

Ada kisah yang menarik dari Khalid bin Walid. Dia memang sempurna di bidangnya; ahli siasat perang, mahir segala senjata, piawai dalam berkuda, dan karismatik di tengah prajuritnya. Dia juga tidak sombong dan lapang dada walaupun dia berada dalam puncak popularitas. Hal ini ditunjukkannya saat Khalifah Umar bin Khathab mencopot sementara waktu kepemimpinan Khalid bin Walid tanpa ada kesalahan apa pun. Menariknya, ia menuntaskan perang dengan begitu sempurna. Setelah sukses, kepemimpinan pun ia serahkan kepada penggantinya, Abu Ubaidah bin Jarrah. Khalid tidak mempunyai obsesi dengan ketokohannya. Dia tidak menjadikan popularitas sebagai tujuan. Itu dianggapnya sebagai sebuah perjuangan dan semata-mata mengharapkan ridha Sang Maha Pencipta. Itulah yang ia katakan menanggapi pergantiannya, “Saya berjuang untuk kejayaan Islam. Bukan karena Umar!”

Dan, alinea di ataslah yang menjadi sorotan kami, bahwa, amanah yang diembankan kepada diri kita, bukanlah tentang jabatan, bukan pula soal ketokohan yang disematkan orang lain kepada diri yang jauh dari sempurna. Namun, amanah kita adalah tentang bagaimana memanfaatkan segala karunia yang telah Allah titipkan pada kita untuk kita berikan kebermanfaatan bagi orang lain. Dengan atau tanpa pujian dari mereka, apatah lagi sampai membuat diri ini bermalas-malasan ‘bekerja’ untuk Allah hanya karena tak mendapat perhatian dari manusia. Hey! Mari perbanyak istighfar, mohon ampun kepada Allah, dan semoga amal-amal kebaikan selama ini adalah untukNya semata, bukan karena ingin dipuji atau mendapat perhatian makhluk. Mari merenung.

Apa yang telah kita persembahkan untuk Allah? Adakah perjuangan kita untukNya ataukah sebatas menggugurkan kewajiban di masa mengemban amanah kepengurusan dalam organisasi? Ataukah tanpa kita sadari, ada percik-percik api kesombongan yang perlahan membakar ketulusan niat perjuangan? Mari beristighfar, semoga Allah mengampuni segala kesalahan dan memberikan kesempatan bagi kita menuju pertaubatan dengan sebenar-benar taubat.Baarakallaahufiikum.



Hajiah M. Muhammad
Senin, 7 Januari 2013//24 Safar 1434 H

Posting Lebih Baru Posting Lama
digitalhuda.com