Saladin: Kisah dan Mitos Kepahlawanan
Oleh: Ani Nursalikah
Kaisar Byzantium Alexius Comnenus mengirimkan serangkaian pesan bernada panik kepada Paus Urbanus II di Roma. Hanya satu isi pesan-pesan tersebut, bantuan. Bangsa Seljuk dari Turki telah menaklukkan Anatolia yang luas hingga mencapai wilayah kekuasaan sang Kaisar.
Mereka telah berada di luar gerbang Konstantinopel. Tanpa bantuan, Comnenus mengatakan kepada Paus bahwa tentara Byzantium tak akan bisa bertahan dan Konstantinopel, benteng terakhir Kristen di Timur, pasti akan jatuh ke Turki.
Dalam sidang Dewan Clermont di Prancis pada November 1095 itu, Comnenus tidak hanya menggalang pasukan untuk menyelamatkan Konstantinopel, tetapi juga mencetuskan serangkaian ‘perang suci’ untuk membebaskan Tanah Suci dan Yerusalem dari 400 tahun kekuasaan Muslim. Sejarawan Philip Hitti menyebut pertemuan tersebut sebagai pidato paling efektif dalam sejarah.
Sejarah mencatat perang ini dikenal dengan nama Perang Salib yang berlangsung selama 300 tahun dalam sembilan periode. Masa benturan dua peradaban besar ini memperkenalkan beberapa tokoh abad pertengahan yang luar biasa.
Salah satunya adalah seorang pahlawan bagi umat Islam dan Kristen, al-Malik al-Nasir al-Sultan Salah al-Din Yusuf bin Ayyub. Dunia Barat menyebutnya dengan julukan Saladin. Pada saat Saladin muncul, tentara salib telah menyelamatkan Konstantinopel dan menaklukkan Tanah Suci.
Bangsa Franka dari Prancis berhasil mendirikan apa yang mereka sebut Kerajaan Latin Yerusalem selama 70 tahun. Tentara salib menjadi minoritas kecil di antara lautan Muslim yang saat itu saling bermusuhan. Hal tersebut menjadikan pemerintahan mereka tidak gampang. Di sisi lain, kekuatan Islam yang terpecah antara Seljuk yang didominasi khalifah Baghdad, Dinasti Fatimiyah, dan seorang panglima perang di Suriah Nur al-Din.
Saladin adalah putra seorang perwira tinggi militer Kurdi Nur al-Din. Meski dari etnis Kurdi, Saladin sangat dipengaruhi oleh budaya dan bahasa Arab. Ia lahir di Tikrit, Irak, pada 1138. Nama aslinya Yusuf bin Ayyub, tapi kemudian ia diberi nama tambahan Salah al-Din (pembimbing iman). Saladin berhasil merebut kembali kota suci tiga agama sekaligus meruntuhkan Kerajaan Latin Yerusalem pada 2 Oktober 1187.
Mungkin, dialah satu-satunya orang Kurdi yang dianggap pahlawan oleh orang Arab sampai kini. Yang jelas, dia adalah seorang Muslim yang cukup terkenal di dunia sehingga memiliki nama versi Barat. Tentara salib dan kemudian seluruh Eropa menyingkat namanya menjadi Saladin, nama yang identik dengan romantisme seperti tertuang dalam puisi dan legenda Barat yang tak terhitung jumlahnya.
Legenda, tentu saja, dibumbui dengan berbagai mitos, cerita yang belum tentu benar, kepercayaan terhadap takhayul dan asmara. Kesemuanya bermunculan setelah kematian Saladin. Sosok asli Saladin pun hampir lenyap. Untungnya, sejarawan Arab yang hidup pada zamannya dan para penulis se jarah Latin yang tinggal di Tanah Suci berhasil mendokumentasikan gambaran yang lebih realistis.
Tampaknya, Saladin adalah seorang pria ramping dengan tinggi sedang, kulit gelap, rambut gelap, mata gelap, dan memelihara janggot. Saladin juga digambarkan memiliki ekspresi yang sedikit melankolis. Dia memiliki daya tahan tubuh yang luar biasa dan menyukai makanan yang sederhana. Dia menyukai buah segar dan serbat, meminum air barley ketika sedang sakit dan menyukai nasi.
Saat tidak sedang berada di lapangan, ia senang menghabiskan malam dengan dikelilingi para cendekiawan, teman-teman, dan penyair. Mereka biasanya membahas teologi dan hukum atau mendengarkan lantunan ayat suci Alquran. Saladin kerap membawa buku kecil ke manapun ia pergi untuk menulis kutipan dari penulis kesukaannya. Sering kali, ia membaca kutipan tersebut keras-keras untuk mengungkap kan maksud pembicaraannya saat sedang berdialog.
Meskipun Saladin memiliki semua kekayaan Mesir dan Suriah, ia tidak silau. Kekuasaan tidak memiliki daya tarik baginya. Ketika ia menjadi penguasa tertinggi Mesir setelah kematian khalifah Fatimiyah terakhir, misalnya, ia lebih memilih tinggal di sebuah rumah sederhana kecil. Bandingkan dengan istana khalifah yang luar biasa dengan 4.000 kamar, perpustakaan dengan 120 ribu buku, dan berkantungkantung permata. Ia tidak segan memberikan sebagian isi istana.
Penampilan sederhana
Tidak seperti tentara salib yang berpakaian warna-warni, Saladin biasanya mengenakan baju berbahan wol sederhana atau jubah linen. Untuk jaga-jaga, ia tetap mengenakan baju zirah di balik jubahnya.
Pengawal pribadi yang bersedia mati untuknya juga mengikuti cara berpakaian ini. Dalam tahun-tahun berikutnya, ia mengenakan mantel tebal saat menunggang kuda untuk menahan udara dingin.
Berbeda dengan otokrat lainnya, Saladin tak memerlukan penghormatan dan protokol yang berlebihan. Yang lebih penting, mungkin, adalah hubungannya dengan perwira dan amir utama pasukannya. Selama satu tur panjang inspeksi, temannya, Baha al-Din, yang kemudian menulis sejarah Saladin, sedang menunggang kuda di depan sang sultan.
Ia tidak sengaja memercik lumpur ke seluruh tubuh Saladin hingga mengotori pakaiannya. “Tapi, Saladin hanya tertawa dan menolak membiarkan temannya menunggang kuda di belakangnya,” begitu tertulis dalam suatu catatan sejarah.
Diskusi bersama Saladin berjalan bebas dan tidak perlu ada pujian yang berlebihan. Dalam suatu pertemuan, Sultan Saladin meminta minum, tetapi tak seorang pun memperhatikannya. Hingga dia harus mengulangi permintaannya beberapa kali. Para pengikutnya merasa tidak segan saat harus berhadapan dengan pemimpinnya.
Hanya sedikit yang diketahui tentang istri Saladin. Yang jelas, Saladin menikahinya di Mesir. Dari pernikahannya, mereka dikaruniai 16 anak laki-laki. Tidak ada catatan yang menyebutkan bahwa Saladin ber poligami. Ti dak ada hal yang ia sukai selain me nik mati taman istana di Da maskus dan bermain dengan anak-anak nya. Putra sulungnya, al-Afdhal, menjadi salah satu tangan kanannya, tapi ada satu petunjuk dalam sejarah bahwa anak kesayangannya adalah putra ketiga, al-Zahir.
Saladin adalah seorang jenderal yang unik. Selain bakatnya sebagai komandan, pengatur strategi dan perencana, Saladin mempunyai kesopanan yang tidak perlu diragukan. Meskipun ia bisa menjadi tidak fleksibel dan bahkan kejam, dia tidak me nyu kai pertumpahan darah. Satu-satunya noda dalam catatannya adalah eksekusi sekitar 300 kesatria dari dua klan militer utama, Templar dan Hospitaler, di Tiberias, beberapa bulan sebelum ia merebut Yerusalem.
Namun, dilihat dari konteks saat itu, eksekusi tersebut bukanlah suatu kejahatan. Bandingkan dengan perbuatan tentara salib ketika pertama kali menduduki Yerusalem pada 1099. Mereka membunuh 70 ribu warga Muslim dan Yahudi, termasuk perempuan dan anak-anak. Ketika Saladin merebut kembali kota itu, tidak ada penodaan tempat-tempat suci. Para peziarah Kristen diizinkan memasuki tempattempat ibadah mereka.
Sang sultan tampaknya merasa tanggung jawab barunya menuntut untuk lebih menahan diri. Beberapa tahun kemudian, saat pengepungan Acre yang terkenal, Raja Inggris Richard the Lion Heart melanggar kesepakatan dan membantai seluruh 3.000 penjaga kota.
Saladin memaafkan kejahatan Richard ini. Selama pertempuran di Jaffa, kuda Richard tewas di hadapannya. Saladin lalu mengiriminya kuda pengganti disertai pesan, “Tidak benar prajurit yang begitu berani harus bertempur tanpa kuda.”
Saladin lebih memilih negosiasi dan diplomasi daripada pertempuran. Perang baginya adalah sarana terakhir yang diperlukan untuk mencapai tujuan setelah usaha lain gagal. Berulang kali ia menemukan dirinya dalam kesulitan karena usahanya mengobarkan perang yang manusiawi.
Meskipun di Barat ia digambarkan sebagai lonceng kematian Kristen dan musuh terburuk, ia tampaknya memiliki pendekatan bertingkat terhadap Kristen.
Semangatnya tidak pernah goyah untuk mengusir kaum Franka keluar dari Tanah Suci. Tapi, ketika berhadapan dengan orang Kristen, ia menunjukkan rasa hormat dan bahkan mengagumi keyakinan mereka.
Hal ini dapat dilihat pada keputusannya untuk tidak meruntuhkan Gereja Makam Suci (Hoy Sepulchre). Para pendeta diberi keleluasaan untuk menerima peziarah
Contoh Negarawan
Saladin menyenangi catur, tapi hobi favoritnya adalah olahraga polo, terutama karena melibatkan kuda. Bisa dibilang kuda adalah ‘kelemahannya’ dan ia sering memberikan kuda sebagai hadiah khusus. Dia bisa menyebutkan silsilah kuda Arab tanpa kesalahan sedikit pun.
Setelah diangkat sebagai sultan Mesir pada 1169, pemilik sejarah Arab menyebut bahwa mulai saat itu Saladin tak lagi minum anggur serta meninggalkan kesenangan duniawi demi sumpahnya membebaskan Tanah Suci dari kaum Franka.
Saladin sangat sopan terhadap perempuan dan anak-anak. Setelah berhasil merebut sebuah kastil dekat Aleppo dalam pengepungan yang melelahkan, dia didatangi seorang gadis kecil, saudara penguasa Aleppo. Saladin menyambutnya dengan berbagai hadiah.
Layaknya seorang gadis kecil, ia meminta kastil yang baru saja ditaklukkan Saladin. Tanpa sedikit pun keraguan, Saladin memberinya benteng yang telah ia kepung selama 38 hari itu. Dalam salah satu serangan periodiknya di Kastil Kerak di Yordania, Saladin mengetahui ada pesta pernikahan yang berlangsung di dalam. Dengan sopan, ia bertanya di sisi mana pesta berlangsung, kemudian diarahkannya ketapel manjanik pelontar batu ke sisi lain benteng.
Roman Prancis abad ke-14 menyebutkan, Saladin pernah jatuh cinta dengan Lady Sibylla, istri Pangeran Antiokhia Bohemond III. Padahal, tidak ada bukti Saladin pernah benar-benar bertemu wanita ini walaupun setidaknya ada kontak secara tidak langsung.
Beberapa penulis sejarah mengatakan, dia bertindak sebagai mata-mata Saladin di kamp tentara salib dan memberikan informasi berharga tentang persaingan internal dan perselisihan antara raja Franka dan para bangsawan. Sejarawan saat itu, Imad al-Din, menga takan, Saladin menghargai la por an itu dan memberikannya hadiah yang indah.
Saladin membantu rakyatnya dengan cara yang lebih mendasar. Dia mendorong pembentukan lembaga pendidikan tinggi di Kairo, Damaskus, dan Yerusalem. Setelah perdamaian dengan Franka tercapai, Saladin memfokuskan perhatiannya pada urusan negara yang terabaikan karena perang.
Saladin adalah seorang contoh seorang negarawan dan panglima perang. Sepanjang hidupnya, ia membuat orang lain terkesan dengan perilakunya. Bahkan, tentara salib menghibur diri dengan mengatakan mereka telah dikalahkan oleh musuh yang tidak biasa.
Sebelum kematiannya, ia sempat mengucapkan kata perpisahan kepada al-Zahir, putranya. “Aku memuji engkau Tuhan Yang Maha Esa,” katanya sambil menempatkan tangannya di atas kepala anaknya.
“Dia adalah sumber dari segala yang baik. Lakukan kehendak Allah yang merupakan jalan damai. Waspadalah terhadap pertumpahan darah. Aku menjadi besar seperti sekarang karena telah memenangkan hati manusia dengan kelembutan dan kebaikan. Jadilah bijaksana dalam dirimu.”