Melawan Ghazwul Fikri Dengan Media Jihad
Dalam sebuah buku bertajuk Pedoman
Mencari Pengalaman Media, yang diterbitkan oleh Markaz Al Yaqin, dari
tentara Daulah Islam Iraq, dijelaskan bahwa melawan orang-orang murtad
bukan hanya dengan konfrontasi fisik secara langsung, tetapi ini adalah
kerja yang harus terprogram dan dipelajari baik-baik, sehingga umat akan
belajar untuk berfikir serius, memiliki pandangan jauh, dan mulai
mempersiapkan pasukan untuk beranjak menuju Baitul Maqdis.
Salah satu pembahasan penting pelajaran
bagi para pengelola media jihad adalah tentang Melawan Perang Pemikiran
(Ghozwul Fikri). Disana disampaikan:
Sungguh, ikhwah jurnalis – semoga Alloh
Ta`ala menjaga dan meneguhkan mereka – telah membendung serangan
kolonial yang paling kuat yang telah dikenal oleh sejarah perang salib
dan perang shofwah/kebangkitan. Sungguh mereka adalah katup pengaman
syareat Ar-Rahman. Mereka berhadapan dengan perang yang sangat berbahaya
yang bahayanya melebihi perang militer. Itulah perang pemikiran yang
menyerang otak kaum muslimin dan hati mereka, lalu menghapuskan
identitas mayoritas mereka, membodohi pemikiran mereka, menghancurkan
pemahaman mereka, mengganti tradisi mereka, mengeringkan sumber iman
mereka dan mematikan ghiroh mereka … tidak ada daya dan kekuatan kecuali
dari Alloh yang maha tinggi lagi maha agung.
Para musuh zionis salibis shofwy tahu
benar bahwa penjajahan hati itu lebih berhasil dari pada penjajahan
negara dan perbudakan manusia. Siapa yang bisa membalik
lembaran-lembaran sejarah akan bisa memetik hasil yang sempurna, yang
intinya : “Kekuatan manapun tidak akan mampu – meskipun dia memiliki
semua sarana – untuk menaklukkan kaum Muslimin, merampas bumi mereka
demi keuntungan pribadi, dan menghapuskan eksistensi mereka” sebagaimana
yang dialami oleh mayoritas peradaban.
Sedangkan negara-negara baik yang besar
maupun yang kecil yang tumbuh dan menetek kepada kekuatan super power
akan hancur total dan akan masuk dalam cengkraman yang lain. Bahkan
semua perang militer yang menyerang umat Islam akan hancur dan menuai
kekalahan, dan hanya akan menorehkan luka setelah kaum Muslimin
memberikan pelajaran yang tidak akan pernah terlupakan oleh mereka. Dan
pelajaran terakhir yang diambil oleh PBB –penghasung salib – dan yang
berputar di sekelilingnya. Mereka belajar dari tangan para pahlawan
negara Islam Iraq – semoga Alloh menjaga mereka.
Karena itulah, musuh bebuyutan kaum
Muslimin, trio pendengki (Salibis – Yahudi – Majusy) tahu benar bahwa
perang militer melawan umat Islam sangatlah mustahil, maka merekapun
beralih kepada perang pemikiran, sosial dan tsaqofah (wacana). Dalam
beberapa hal mereka berhasil menyeret putra-putra kita dengan
jerat-jerat dan makar mereka.
Apakah Ghozwul Fikri Dan Kapan Mulainya?
Menurut M Hanafi Maksum, Gozwul Fikri berasal dari kata ghazw dan al-fikr, yang secara harfiah dapat diartikan “Perang Pemikiran”. Yang dimaksud ialah upaya-upaya gencar pihak musuh-musuh Allah subhanahu wata’ala
untuk meracuni pikiran umat Islam agar umat Islam jauh dari Islam, lalu
akhirnya membenci Islam, dan pada tingkat akhir Islam diharapkan habis
sampai ke akar-akarnya. Upaya ini telah berlangsung sejak lama dan terus
berlanjut hingga kini.
Ghazwul fikri dimulai ketika kaum salib dikalahkan dalam
sembilan kali peperangan besar. Kemenangan kaum Muslimin tersebut sangat
spektakuler, sebab pasukan Muslim yang diterjunkan dalam pertempuran
berjumlah sedikit.
Pasukan Khalid bin Walid, misalnya pernah
berperang dengan jumlah tentara sekitar 3000 personil, sedangkan
pasukan Romawi yang dihadapi berjumlah 100.000 personil, hampir 1
berbanding 35. Allah memenangkan kaum Muslimin dalam pertempuran
tersebut. Kekalahan demi kekalahan itu akhirnya menyebabkan kaum salib
menciptakan taktik baru. Di bawah pimpinan Raja Louis XI, taktik baru
tersebut dilancarkan. Caranya bukan lagi berupa penyerangan fisik,
tetapi musuh-musuh Allah itu mengirimkan putera-putera terbaik mereka ke
kota Makkah untuk mempelajari Islam.
Niat atau motivasi mereka tentu bukan
untuk mengamalkan, melainkan untuk menghancurkannya. Pembelajaran dengan
niat jahat itu ternyata berhasil. Tafsir dikuasai, hadist dimengerti,
khazanah ilmu Islam digali. Setelah sampai ke tahap dan tingkat ahli,
para pembelajar Islam dari kaum Salib ini kembali ke Eropa, lalu
membentuk semacam Research and Development (Penelitian dan Pengembangan) untuk mengetahui kelemahan umat Islam agar dapat mereka kuasai.
Kesungguhan mereka dalam mempelajari Islam tersebut memang luar
biasa. Sampai dalam sejarah diungkapkan kisah seorang pembelajar Islam
dari kaum salib yang rela meninggalkan anak istrinya hanya untuk
berkeliling ke negeri-negeri Islam guna mencari kelemahan negeri-negeri
Islam itu. Di antara pernyataan mereka ialah, “Percuma kita berperang
melawan umat Islam selama mereka berpegang teguh pada agama mereka. Jika
komitmen mereka terhadap agama mereka kuat, kita tidak dapat berbuat
apa-apa. Oleh karena itu, tugas kita sebetulnya adalah menjauhkan umat
Islam dari agama mereka, barulah kita mudah mengalahkan mereka.” Gleed
Stones, mantan perdana menteri Inggris, juga mengatakan hal yang sama,
“Percuma memerangi umat Islam, kita tidak akan mampu menguasainya selama
di dada pemuda-pemuda Islam al-Qur’an masih bergelora. Tugas kita kini
adalah mencabut al-Qur’an dari hati mereka, baru kita akan menang dan
menguasai mereka.”
Kini kembali ke media-media jihad,
menurut Anda – wahai prajurit media – siapakah yang akan membendung
perang media ini ? Kami serahkan jawabannya kepada anda sendiri …!
Pembicaraan di atas yang menampilkan
esensi media dan pahala bagi yang beramal di tapal batasnya, bukan hanya
sebuah khayalan dan tidak pula berlebihan. Tetapi kami telah
menyebutkan hal terpenting dan sedikit keterangan, serta kami tidak
ingin bicara terlalu banyak karena khawatir menimbulkan kejenuhan.
Sebagaimana dikatakan : (Banyak bicara hanya akan menyebabkan sebagian
hal terlupakan).
Maka, berbuatlah dan lawanlah Ghozwul Fikri dengan media-media Islam dan jihad yang kita miliki. Allahu Akbar!
Walllahu’alam bis showab!