Recent Articles

Kisah nyata kejamnya penguasa kristen di Spanyol


Ilusrasi
Kisah nyata kejamnya penguasa kristen di Spanyol pasca runtuhnya kejayaan peradaban Islam disana...
sebuah nostalgia. andalusia, suatu daerah di spanyol pernah cemerlang gemerlapan disinari oleh nur islam. pada sat itu benar2 tumbuh nilai2 budaya dan peradaban dunia insani. Andalusia menjadi pusat sumbers egala sumber ilmu pengetahuan. filosof dan ilmuwan silih berganti bermunculan mewarnai kesegaran nafas islami. ilmu, budaya dan iman tumbuh dalam simbiosa mutualistis (saling menghidupi dan saling mengisi). semua itu tumbuh segar dari keaslian akar islam yang menyinari Andalusia yang tercinta ini.

akan tetapi apa lacur? entah bagaimana ceritanya,, ummat islam berangsur-angsu­r meninggalkan prinsip2 yang digariskan oleh ketentuan islam, dan mulai pudarlah sinar islam sampai titik kulminasi yang paling kritis. hari demi hari ummat islam mulai meninggalkan Andalusia dan tertinggal menjadi bulan-bulanan kebiadaban kaum kristiani yang ada di spanyol. situasi kehidupan ummat islam yang tertinggal makin hari makin tragis, dikoyak-koyak oleh kekejaman kaum kristiani. penguasa Kristen dispanyol muncul dalalm kekejaman dan kebengisan sepeti kesetanan. setiap muslim mulai orok sampai tua bangka dikejar, diteror, disiksa dan dibunuh dengan semena-mena tiada taranya. diantara ummat islam yang dikepung oleh kebengisan model Kristen itu adalah satu rumah tangga yang terdiri dari ayah, ibu dan anaknya laki-laki yang masih kecil. si anak itu, yang sekarang sudah menjadi ulama besar, sempat mengungkapkan tragedi yang dialami oleh keluarga sebagai berikut :
“saat itu aku masihkecil, dan masuk sekolah kristen. tanpa kusadari, apa yang kuperoleh dari sekolah kuceritakan kepada ayahku. banyak ayat dari kitab injil aku hafal. dengan bangga hal itu pun aku laporkan kepada ayah. setelah mendengar ini, tiba-tiba kulihat wajah ayahku menjadi pucat dan sekujur badannya gemetar. secepatnya ia meninggalkan aku menuju sebuah kamar pribadinya yang terletak paling ujung . ayah melarang keras siapa saja memasuki kamar pribadinya itu. mendekati saja tidak boleh. termasuk ibu dan aku sendiri. jadi aku sendiri tidak tahu apa yang diperbuat ayah dikamarnya itu. agak lama ia membenamkan dirinya di dalam kamar. beberapa jam kemudian setelah keluar dri kamarnya, kulihat kedua matanya merah seperti menangis sedu. terhadap pertanyaankau, ia selalu mengelak. sejak saat itu, ia suka memandang aku agak lama dengan wajah sayu yang penuh duka, sambil menggerakan bibirnya seperti membaca sesuatu dengan suara halus. kalau aku mendekati untuk mendengar apa yang ia baca, secepatnya ia berpaling dan pergi tanpa mengucap sedikit pun. aku membaca sesuatu yang aneh di raut wajah ayahku.
 
setiap pagi saat aku hendak berangkat ke sekolah, ibuku seperti berat melepaskan aku . wajahnya begitu murung, dan sambil mencucurkan air mata dipeluknya aku dan dicium berkali-kali.
baru saja aku dilepas dan kakiku melangkah kecil, ditariknya kembali dan dihujani peluk-cium lagi, sampai cucuran air matanya yang hangat membasahi mukaku. aneh bin ajaib. aku heran tak habis-habisnya,­ dan tidak faham latar belakang semua itu. kalau aku pulang dr sekolah, ibuku menyambutku dengan penuh mesra dan kerinduan, seolah-olah puluan tahun berpisah dengan anaknya. setiap otakku dipenuhi oleh teka-teki yang sukar dijawab.

ditengah2 kelesuan keluarga, sejak itu seirng kali kulihat kedua orang tua suka duduk berduaan seperti menghindari aku. mereka suka berbicara perlahan dan berbisik, tapi bukan dengan bahasa spanyol. aku menjadi bingung dan resah. bahasa mereka tak kukenal. setiap kali aku mendekati , mereka alihkan pembicaraannya dengan bahasa spanyol. dalam hatikku timbul prasangka dan dugaan, jangan2 aku ini hanya anak angkat dan bukan anak mereka sendiri. hatiku kesal , wajahku murung tak pernah cerah. aku suka menyendiri di suatu pojok, dan sering pula mengangis sendirian memikirkan semua teka-teki yang menyelimuti keluargaku ini. semua itu menimbulkan stigma (vlek) dalam hatiku. atau mungkin itu disebut ‘stress’.atauka­h neurosa? entahlah yang jelas, sejak itu terasa ada kelainan dalam diriku, yang berbeda dari anak2 sebaya denganku. Aku lebih suka menyendiri, tidak ikut main-main dengan anak lainya. Aku suka duduk merenung sambil menutup wajahku dengan kedua tangan. Aku ingin rasanya segera bisa menjawab teka-teki yang menyelimuti keluargaku. Pernah kualami, tiba-tiba saja pak guru menegur dan menggiring aku ke gereja. Aku jadi bengong.

Pada suatu hari ibuku melahrkan seorang bayi. Aku lari-lari memberitakan kepada ayah. Ayahku tidak tampak gembira, walau yang lahir itu orok laki-laki. Bahkan wajahnya terlihat sedih. Ketika ia melangkah hendak mengabari rahib tentang kelahiran anaknya itu. Ia kembali membawa rahib ke rumah dengan wajah merunduk ke bawah. Wajahnya diliputi putus asa penyesalan.

Kian hari kulihat wajahnya makin muram dan sorot matanya makin redup melayu. Hatiku makin tersayat pilu memikirkan penderitaan ayah ini. Aku tidak tahu apa yang mesti kukerjakan. Begitu berjalan berhari-hari.
Datanglah malam hari paskah. Kota granada tenggelam dalam kegemerlapan cahaya lampu yang beraneka warna, seperti Jannah dengan bau minyak wangi kasturinya. Geduang Alhambra gemerlapan memancarkan cahaya lampu warna-warni. Tiang-tiang salib terpancang megah di setiap halaman. Menara-menara nampak gemerlang mempesona oleh kedap-kedipnya lampu, dan terlihat gagah menjulang tinggi mencakar langit ditangah pesta malam yang gemrlapan itu, ayah membangunkanku.­ Seisi rumah sedang tenggelam tidur nyenyak.ayah menggiring aku ke kamar pribadinya yang ’suci’ itu. Hatiku berdebar-debar bercampur heran. Tapi aku bisa menahan menutupi perasaan getir itu. Setelah kita berdua masuk, ayah mengunci pintu rapat-rapat. Suasananya sangat gelap tanpa lampu, dan aku tertegun dalam kegelap gulitaan. Kemudian ayah menyalakan lampu kecil dan kulihat sekeliling kamar itu kosong melompong. Tak ada satu pun benda yang menarik untuk dilihat, kecuali selembar permadani yang terhampar, deretan buku di atas rak dan sebua pedang bergantung di dinding. Ayah menyuruh aku dengan isyarat supaya aku duduk di permadani. Ia terpaku diam memusatkan pandangannya yang tajam kepadaku. Ketajaman pandangannya menyebabkan suasana kamar yang sunyi itu bertambah angker. Bulu romaku berdiri dan angan-anganku itu terbang merana menembus kesunyian kamar itu tidak karuan kemana arahnya.aku tidak bisa membayangkan lagi apa yang kurasakan pada saat itu.tiba-tiba ayahkau dengan penuh kasih sayang memegang tanganku. Sambil meremas-remas jari-jari tanganku, terlontar deratan kata-kata dengan suara yang lembut mengesankan:

”wahai anakku,sekarang­ engkau sudah menginjak usia dewasa. Sudah 10 tahun lebih umurmu. Engkau sudah mejadi seorang remaja. Sudah saatnya aku mengungkap segala tabir rahasia yang kusimpan selama ini terhadapmu. hanya satu pintaku, sanggupkah engkau merahasiakan rapat-rapat pesanku ini. Engkau tidak boleh membocorkan pesanku ini, berarti engkau ekan melemparkan tubuh ayahmu ke tangan algojo-algojo yang berada di inkwisisi.”

Mendengar sebutan ’inkwisisi’ itu, bulu romaku berdiri dan sekujur badanku gemetar ketakutan. Aku tahu benar praktek inkwisisi itu, walu aku masih kecil.setiap hari aku berangkat ke sekolah, kulihat enganmata kepalaku sendiri sosok manusia yang bergantung di jalan-jalan raya, disalib, dibakar hidup-hidup. Kaum wanita di gantung rambutnya,di sayat kulitnya sampai berceceran semua isi perut, menyebarkan bau busuk menyengat di sekitar tempat gantungan. Aku terdiam dan tidak kuasa menahan rasa ngeri yang terbayang dalam benakku.

Mengapa engkau diam tidak menjawab? bisakah engkau menyimpan rahasia yang hendak aku sampaikan kepadamu? desak ayah. Aku menjawab setengah gemetar: ”bisa ayah.” ”rahasiakan walau terhadap ibumu sendiri dan terhadap sahabatmu yang dekat sekalipun.” tandasnya dengan penuh kesungguhan.”ba­ik ayah, aku sanggup.”, jawabku meyakinkan. Ayah terlihat bingar, dan sambil menarik tangan ku ia berkata:

”baiklah, dekatkanlah dirimu kemari. Kau pasang telingamu lebar-lebar. Aku tidak berani bicara keras, karena dinding-dinding­ ini punya telinga dan bisa melaporkan aku ke Inkwisisi.” ayah menandaskan itu sambil menunjuk ke empat penjuru dinding. Kemudian ia berdiri mengambil sebuah kitab dan disodorkan ke muka mataku. ”tahukah engkau kitab ini, wahai anakku?”, tanyannya.”tida­k ayah”. Jawabku. ”ini adalah kitabullah”, ia menandaskan. Kitabullah? maksud ayah kitab suci yang diajarkan isa anak tuhan?”. selaku dengan terheran-heran.­ ”bukan”. Jawab ayah dengan gemetar, ”ini adalah Al-Quran yang diturunkan allah yang maha esa, maha perkasa dan maha kuat.tiada bandingannya, tiada beranak dan tiada pula diperanakan, tidak ada sesuatupun setara dengan dia. Kitab ini diturunkan kepada makhluknya termulia dan terunggul, nabinya yaitu Muhammad bin Abdillah.” kubuka lebar-lebar mataku keheranan karena aku belum faham benar apa yang dimaksud ayahku itu. ” ini kitabnya Islam,” jelasnya.”yaitu­ agama yang haq yang dibawa oleh utusan Allah, Muhammad Rasulullah kepada seluruh ummat manusia. Beliau dilahirkan nun jauh disana, melintas lautan dan beberapa negara. Dipadang pasiur yang jauh, yang disebut kota Mekkah, di tengah ummat yang tadinya terbelakang dan bodoh, yang kemudian mendapat hidayah dari Allah menjadi ummat tauhid, dikaruniai Allah persatuan yang kokoh, ilmu pengetahuan yang cemerlang, peradaban yang yinggi, mereka berhasil keluar membuka pintu negara-negara di Timur dan Barat. Dan sampailah mereka ke negeri ini, negeri spanyol yang rajanya dhalim, pemerintahannya­ kejam sedang rakyatnya teraniaya dan miskin , dalam kebodohan dan kemunduran. Akhirnya raja yang dhalim itu terbunuh dan runtuhlah pemerintahan yang kejam itu. Setelah islam berkuasa di spanyol , menyebar luaslah keadilan sosial, derajat dan martabat rakyatnya terangkat,. Negara pun menjadi kuat. Islam menetap disini 800 tahun lamanya. Selama itu negeri ini menjadi negeri yang paling unggul dan paling megah didunia, dan kami ini wahai anakku adalah kaum muslimin yang tersisa dan bersembunyi disini.” mendengar uraian ayahku yang brsemangat itu , aku ternganga takjub bercampur takut dan juga benci. Aku mencoba hencak bertaeriak :”apa ayah, kitab kaum muslimin?”. ayah segera menutup mulutku sambil berseloroh:”ben

Posting Lebih Baru Posting Lama
digitalhuda.com