Sabtu, 02 Februari 2013 By Mr.Birr
0 Comments
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgX7FXsDicbYVcO2PvA15auMHE08wS5OxTXaq0zSYohmjA_3x_7mArtDi9dVC7kplh8Gjd-HOeKTT4lWMYlUTmj8s-7dIPOaFIclMSi4AL7O5_aoGxF0iSbBn7JcX7rdhVdRLVNdVDflDDi/s400/dennn.jpg) |
Ilusrasi |
Kisah nyata kejamnya penguasa kristen di Spanyol pasca runtuhnya kejayaan peradaban Islam disana...
sebuah nostalgia. andalusia, suatu daerah di spanyol pernah cemerlang
gemerlapan disinari oleh nur islam. pada sat itu benar2 tumbuh nilai2
budaya dan peradaban dunia insani. Andalusia menjadi pusat sumbers egala
sumber ilmu pengetahuan. filosof dan ilmuwan silih berganti bermunculan
mewarnai kesegaran nafas islami. ilmu, budaya dan iman tumbuh dalam
simbiosa mutualistis (saling menghidupi dan saling mengisi). semua itu
tumbuh segar dari keaslian akar islam yang menyinari Andalusia yang
tercinta ini.
akan tetapi apa lacur? entah bagaimana ceritanya,,
ummat islam berangsur-angsur meninggalkan prinsip2 yang digariskan oleh
ketentuan islam, dan mulai pudarlah sinar islam sampai titik kulminasi
yang paling kritis. hari demi hari ummat islam mulai meninggalkan
Andalusia dan tertinggal menjadi bulan-bulanan kebiadaban kaum kristiani
yang ada di spanyol. situasi kehidupan ummat islam yang tertinggal
makin hari makin tragis, dikoyak-koyak oleh kekejaman kaum kristiani.
penguasa Kristen dispanyol muncul dalalm kekejaman dan kebengisan sepeti
kesetanan. setiap muslim mulai orok sampai tua bangka dikejar, diteror,
disiksa dan dibunuh dengan semena-mena tiada taranya. diantara ummat
islam yang dikepung oleh kebengisan model Kristen itu adalah satu rumah
tangga yang terdiri dari ayah, ibu dan anaknya laki-laki yang masih
kecil. si anak itu, yang sekarang sudah menjadi ulama besar, sempat
mengungkapkan tragedi yang dialami oleh keluarga sebagai berikut :
“saat itu aku masihkecil, dan masuk sekolah kristen. tanpa kusadari, apa
yang kuperoleh dari sekolah kuceritakan kepada ayahku. banyak ayat dari
kitab injil aku hafal. dengan bangga hal itu pun aku laporkan kepada
ayah. setelah mendengar ini, tiba-tiba kulihat wajah ayahku menjadi
pucat dan sekujur badannya gemetar. secepatnya ia meninggalkan aku
menuju sebuah kamar pribadinya yang terletak paling ujung . ayah
melarang keras siapa saja memasuki kamar pribadinya itu. mendekati saja
tidak boleh. termasuk ibu dan aku sendiri. jadi aku sendiri tidak tahu
apa yang diperbuat ayah dikamarnya itu. agak lama ia membenamkan dirinya
di dalam kamar. beberapa jam kemudian setelah keluar dri kamarnya,
kulihat kedua matanya merah seperti menangis sedu. terhadap
pertanyaankau, ia selalu mengelak. sejak saat itu, ia suka memandang aku
agak lama dengan wajah sayu yang penuh duka, sambil menggerakan
bibirnya seperti membaca sesuatu dengan suara halus. kalau aku mendekati
untuk mendengar apa yang ia baca, secepatnya ia berpaling dan pergi
tanpa mengucap sedikit pun. aku membaca sesuatu yang aneh di raut wajah
ayahku.
setiap pagi saat aku hendak berangkat ke sekolah, ibuku
seperti berat melepaskan aku . wajahnya begitu murung, dan sambil
mencucurkan air mata dipeluknya aku dan dicium berkali-kali.
baru
saja aku dilepas dan kakiku melangkah kecil, ditariknya kembali dan
dihujani peluk-cium lagi, sampai cucuran air matanya yang hangat
membasahi mukaku. aneh bin ajaib. aku heran tak habis-habisnya, dan
tidak faham latar belakang semua itu. kalau aku pulang dr sekolah, ibuku
menyambutku dengan penuh mesra dan kerinduan, seolah-olah puluan tahun
berpisah dengan anaknya. setiap otakku dipenuhi oleh teka-teki yang
sukar dijawab.
ditengah2 kelesuan keluarga, sejak itu seirng kali
kulihat kedua orang tua suka duduk berduaan seperti menghindari aku.
mereka suka berbicara perlahan dan berbisik, tapi bukan dengan bahasa
spanyol. aku menjadi bingung dan resah. bahasa mereka tak kukenal.
setiap kali aku mendekati , mereka alihkan pembicaraannya dengan bahasa
spanyol. dalam hatikku timbul prasangka dan dugaan, jangan2 aku ini
hanya anak angkat dan bukan anak mereka sendiri. hatiku kesal , wajahku
murung tak pernah cerah. aku suka menyendiri di suatu pojok, dan sering
pula mengangis sendirian memikirkan semua teka-teki yang menyelimuti
keluargaku ini. semua itu menimbulkan stigma (vlek) dalam hatiku. atau
mungkin itu disebut ‘stress’.ataukah neurosa? entahlah yang jelas,
sejak itu terasa ada kelainan dalam diriku, yang berbeda dari anak2
sebaya denganku. Aku lebih suka menyendiri, tidak ikut main-main dengan
anak lainya. Aku suka duduk merenung sambil menutup wajahku dengan kedua
tangan. Aku ingin rasanya segera bisa menjawab teka-teki yang
menyelimuti keluargaku. Pernah kualami, tiba-tiba saja pak guru menegur
dan menggiring aku ke gereja. Aku jadi bengong.
Pada suatu hari
ibuku melahrkan seorang bayi. Aku lari-lari memberitakan kepada ayah.
Ayahku tidak tampak gembira, walau yang lahir itu orok laki-laki. Bahkan
wajahnya terlihat sedih. Ketika ia melangkah hendak mengabari rahib
tentang kelahiran anaknya itu. Ia kembali membawa rahib ke rumah dengan
wajah merunduk ke bawah. Wajahnya diliputi putus asa penyesalan.
Kian hari kulihat wajahnya makin muram dan sorot matanya makin redup
melayu. Hatiku makin tersayat pilu memikirkan penderitaan ayah ini. Aku
tidak tahu apa yang mesti kukerjakan. Begitu berjalan berhari-hari.
Datanglah malam hari paskah. Kota granada tenggelam dalam kegemerlapan
cahaya lampu yang beraneka warna, seperti Jannah dengan bau minyak wangi
kasturinya. Geduang Alhambra gemerlapan memancarkan cahaya lampu
warna-warni. Tiang-tiang salib terpancang megah di setiap halaman.
Menara-menara nampak gemerlang mempesona oleh kedap-kedipnya lampu, dan
terlihat gagah menjulang tinggi mencakar langit ditangah pesta malam
yang gemrlapan itu, ayah membangunkanku. Seisi rumah sedang tenggelam
tidur nyenyak.ayah menggiring aku ke kamar pribadinya yang ’suci’ itu.
Hatiku berdebar-debar bercampur heran. Tapi aku bisa menahan menutupi
perasaan getir itu. Setelah kita berdua masuk, ayah mengunci pintu
rapat-rapat. Suasananya sangat gelap tanpa lampu, dan aku tertegun dalam
kegelap gulitaan. Kemudian ayah menyalakan lampu kecil dan kulihat
sekeliling kamar itu kosong melompong. Tak ada satu pun benda yang
menarik untuk dilihat, kecuali selembar permadani yang terhampar,
deretan buku di atas rak dan sebua pedang bergantung di dinding. Ayah
menyuruh aku dengan isyarat supaya aku duduk di permadani. Ia terpaku
diam memusatkan pandangannya yang tajam kepadaku. Ketajaman pandangannya
menyebabkan suasana kamar yang sunyi itu bertambah angker. Bulu romaku
berdiri dan angan-anganku itu terbang merana menembus kesunyian kamar
itu tidak karuan kemana arahnya.aku tidak bisa membayangkan lagi apa
yang kurasakan pada saat itu.tiba-tiba ayahkau dengan penuh kasih sayang
memegang tanganku. Sambil meremas-remas jari-jari tanganku, terlontar
deratan kata-kata dengan suara yang lembut mengesankan:
”wahai
anakku,sekarang engkau sudah menginjak usia dewasa. Sudah 10 tahun
lebih umurmu. Engkau sudah mejadi seorang remaja. Sudah saatnya aku
mengungkap segala tabir rahasia yang kusimpan selama ini terhadapmu.
hanya satu pintaku, sanggupkah engkau merahasiakan rapat-rapat pesanku
ini. Engkau tidak boleh membocorkan pesanku ini, berarti engkau ekan
melemparkan tubuh ayahmu ke tangan algojo-algojo yang berada di
inkwisisi.”
Mendengar sebutan ’inkwisisi’ itu, bulu romaku berdiri
dan sekujur badanku gemetar ketakutan. Aku tahu benar praktek inkwisisi
itu, walu aku masih kecil.setiap hari aku berangkat ke sekolah, kulihat
enganmata kepalaku sendiri sosok manusia yang bergantung di jalan-jalan
raya, disalib, dibakar hidup-hidup. Kaum wanita di gantung rambutnya,di
sayat kulitnya sampai berceceran semua isi perut, menyebarkan bau busuk
menyengat di sekitar tempat gantungan. Aku terdiam dan tidak kuasa
menahan rasa ngeri yang terbayang dalam benakku.
Mengapa engkau diam
tidak menjawab? bisakah engkau menyimpan rahasia yang hendak aku
sampaikan kepadamu? desak ayah. Aku menjawab setengah gemetar: ”bisa
ayah.” ”rahasiakan walau terhadap ibumu sendiri dan terhadap sahabatmu
yang dekat sekalipun.” tandasnya dengan penuh kesungguhan.”baik ayah,
aku sanggup.”, jawabku meyakinkan. Ayah terlihat bingar, dan sambil
menarik tangan ku ia berkata:
”baiklah, dekatkanlah dirimu kemari.
Kau pasang telingamu lebar-lebar. Aku tidak berani bicara keras, karena
dinding-dinding ini punya telinga dan bisa melaporkan aku ke
Inkwisisi.” ayah menandaskan itu sambil menunjuk ke empat penjuru
dinding. Kemudian ia berdiri mengambil sebuah kitab dan disodorkan ke
muka mataku. ”tahukah engkau kitab ini, wahai anakku?”,
tanyannya.”tidak ayah”. Jawabku. ”ini adalah kitabullah”, ia
menandaskan. Kitabullah? maksud ayah kitab suci yang diajarkan isa anak
tuhan?”. selaku dengan terheran-heran. ”bukan”. Jawab ayah dengan
gemetar, ”ini adalah Al-Quran yang diturunkan allah yang maha esa, maha
perkasa dan maha kuat.tiada bandingannya, tiada beranak dan tiada pula
diperanakan, tidak ada sesuatupun setara dengan dia. Kitab ini
diturunkan kepada makhluknya termulia dan terunggul, nabinya yaitu
Muhammad bin Abdillah.” kubuka lebar-lebar mataku keheranan karena aku
belum faham benar apa yang dimaksud ayahku itu. ” ini kitabnya Islam,”
jelasnya.”yaitu agama yang haq yang dibawa oleh utusan Allah, Muhammad
Rasulullah kepada seluruh ummat manusia. Beliau dilahirkan nun jauh
disana, melintas lautan dan beberapa negara. Dipadang pasiur yang jauh,
yang disebut kota Mekkah, di tengah ummat yang tadinya terbelakang dan
bodoh, yang kemudian mendapat hidayah dari Allah menjadi ummat tauhid,
dikaruniai Allah persatuan yang kokoh, ilmu pengetahuan yang cemerlang,
peradaban yang yinggi, mereka berhasil keluar membuka pintu
negara-negara di Timur dan Barat. Dan sampailah mereka ke negeri ini,
negeri spanyol yang rajanya dhalim, pemerintahannya kejam sedang
rakyatnya teraniaya dan miskin , dalam kebodohan dan kemunduran.
Akhirnya raja yang dhalim itu terbunuh dan runtuhlah pemerintahan yang
kejam itu. Setelah islam berkuasa di spanyol , menyebar luaslah keadilan
sosial, derajat dan martabat rakyatnya terangkat,. Negara pun menjadi
kuat. Islam menetap disini 800 tahun lamanya. Selama itu negeri ini
menjadi negeri yang paling unggul dan paling megah didunia, dan kami ini
wahai anakku adalah kaum muslimin yang tersisa dan bersembunyi disini.”
mendengar uraian ayahku yang brsemangat itu , aku ternganga takjub
bercampur takut dan juga benci. Aku mencoba hencak bertaeriak :”apa
ayah, kitab kaum muslimin?”. ayah segera menutup mulutku sambil
berseloroh:”ben